Bagaimana Ledakan Bintang Mampu Bentuk Sejarah Bumi?

By , Kamis, 14 Juli 2016 | 20:00 WIB

Momen setelah matinya sebuah bintang mampu menyaingin mitos mengenai penciptaan. Ketika bintang meledak di galaksi, dan melemparkan potongan-potongannya pada sistem alam semesta, mereka melahirkan bintang baru dan dunia baru dengan material yang dibutuhkan untuk hidup.

Dalam kematiannya, sebuah bintang terlahir kembali. Namun dalam setiap cerita mengenai penciptaan, semuanya memiliki sisi gelap. Ledakan besar di galaksi atau supernova mampu memberikan hujan radiasi dan kematian bagi kehidupan yang ada di dunia. Hal tersebut mampu mengubah sejarah alam yang ada.

Salah satu perubahan pernah terjadi di bumi sekitar 1.7 dan 3.2 juta tahun yang lalu. Sebuah bintang dengan berat sembilan kali matahari meledak, dan langit malam berubah mnejadi biru selama seminggu.

Lama setelah kegelapan kembali, sinar kosmik seperti petir nampak melengkung dari langit ke tanah, dan iklim planet mungkin mengalami perubahan.

Hewan darat dan laut dangkal dihujani oleh gelombang radiasi. Seiring waktu, partikel-partikel tersebut memicu adanya mutasi pada DNA, membuat adanya perubahan kecil seperti evolusi.

!break!

Dari sudut pandang kita yang tinggal di Bumi, supernova muncul secara tiba-tiba, dan nama mereka pun muncul menjadi sebuah bintang baru. Mereka nampak brilian, cahayanya yang bersinar memudar dalam beberapa hari atau minggi, namun mereka terus menembakan gelombang sinar-x yang luar biasa, sinar gamma dan cepat, partikel yang berenergi untuk bertahan lebih lama lagi.

Para astronom membawa permasalah supernova ini ke bumi, dan merasa heran meengapa supernova tersebut mampu memengaruhi iklim di bumi dan proses evolusi yang mereka mainkan dari luar permukaan Bumi.

Awal musim ini, para astronom menggunakan bukti dari sedimen dasar laut dan debu bulan untuk mempelajari dua ledakan supernova terdekat yang pernah meledak beberapa ratus tahun cahaya lalu. Ledakan yang pertama terjadi antara 1.5 dan 3.2 juta tahun yang lalu, dan yang lainnya 6.5 hingga 8.7 juta tahun yang lalu.

Adrian Melott, fisikawan dari University of Kansas, heran mengenai waktu terjadinya supernova yang baru-baru saja terjadi. Rentang tanggalnya termasuk waktu dari kepunahan minor yang terjadi pada masa Pleistocene, sekitar 2.59 juta tahun yang lalu, yang menjadi penyebab dari iklim yang mulai dingin dan perubahan daerah yang dramatis di Africa dan Amerika Tengah.

Melott dan lainnya heran bagaimana sebuah supernova mampu menghujani Bumi dengan cukup banyak partikel dan radiasi hingga menyebabkan kepunahan massal. Terimakasih pada penelitian baru tentang sejarah supernova, kini mereka bisa mempelajarinya lebih dalam dengan sungguh-sungguh.

Melott melakukan simulasi dengan komputer memperkirakanbahwa ledakan bintang yang lembut akan menghujani Bumi dengan radiasi untuk ratusan atau ribuan tahun . Mereka juga akan melakukan ionisasi paa atmosfer pada tingkat delapan kali lebih tinggi dari normal, dimana akan memicu peningkatan awan petir.

"Saya berekspetasi dalam menyimpulkan bahwa tidak akan ada kesempatan memberikan efek karena jarak, namun hal tersebut justri menjadi lebih substansial dari yang saya perkirakan.," ujar Melott.

!break!

Ketika Mellot dan rekan lainnya mengerjakan laporan penelitian , yang muncul dalam the Astrophysical Journal Letters, tim arkeolog supernova lainnya tengah melakukan penelitian pada dua supernova lokal yang terjadi 1.5 dan 2.3 juta, dan 6.5 hingga 8.7 juta tahun yang lalu.