Migrasi Manusia ke Nusantara Membawa Penyakit

By , Sabtu, 23 Juli 2016 | 12:00 WIB

Migrasi manusia pada masa lampau, selain membawa produk kebudayaan, seperti bahasa dan budaya, juga membawa penyakit. Demikian pula migrasi Austronesia ke Nusantara sekitar 4.000 tahun lalu.

Dengan memahami migrasi penyakit, penelusuran mengenai asal-usul dan diaspora nenek moyang memiliki dimensi kekinian kuat. (Baca : Perubahan Iklim dan Bencana Picu Migrasi Penutur Austronesia)

Saya setuju penelusuran asal-usul bangsa ini penting untuk mengetahui gambaran pemikiran, paham, ataupun anggapan tentang sikap suatu bangsa. Pengetahuan tentang asal-usul nenek moyang juga bermanfaat bagi penguatan identitas bangsa Indonesia pada masa mendatang," tutur Sangkot Marzuki, ahli genetika Kepala Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, pembicara kunci simposium Diaspora Austronesia, di Badung, Bali, Selasa (19/7/2016).

Selain itu, manfaat kekinian lain, pengetahuan soal asal-usul nenek moyang itu sangat dibutuhkan dalam mengatasi persoalan kesehatan. "Migrasi nenek moyang juga membawa penyakit," ujarnya.

Menurut Sangkot, struktur genetika populasi manusia Indonesia saat ini secara garis besar dibagi menjadi tiga pola. Pertama, manusia Indonesia di bagian barat yang meliputi Bali, Jawa, dan Sumatera, Indonesia bagian timur atau Papua, serta bagian tengah yang meliputi Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku.

"Ternyata subtipe virus hepatitis B di Indonesia juga mengikuti sebaran struktur populasi manusianya yang dipengaruhi diaspora nenek moyangnya," tuturnya.

(Baca pula : Manusia Bermigrasi Kembali ke Afrika 45.000 Tahun Lalu)

Oleh karena itu, desain dari suatu vaksin hepatitis B, kata Sangkot, seharusnya bisa mencangkup tiga subtipe virus itu. Jika tidak, vaksin tidak efektif.!break!

Deteksi dini

Deputi Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Herawati Sudoyo mengatakan, penelusuran asal-usul dan pengetahuan struktur genetik populasi sangat penting mendeteksi dini penyakit genetis fatal. Misalnya, penyakit talasemia, penyakit genetik paling banyak di Indonesia.

(Baca : Arkeolog Paparkan Migrasi Bangsa Chamorro)

Penyakit itu memicu kelainan darah atau anemia intensitas berat jika seseorang memiliki talasemia beta mayor, yang biasanya terjadi jika ibu atau ayahnya membawa genetika talasemia. Seorang dengan talasemia beta mayor harus mendapat transfusi darah sepanjang hidup.

"Di negara seperti Siprus, yang talasemianya sangat tinggi, ada kewajiban calon pengantin diperiksa untuk mengetahui risikonya," ujar Herawati.