Mengenali Sejarah Bumi Di Lapangan Wonocolo

By , Jumat, 29 Juli 2016 | 07:00 WIB

Wisata alam masih menjadi andalan utama Indonesia meskipun di beberapa daerah, wisata budaya dan kreatif buatan manusia juga mencuat.

Bagi pelancong, alam menawarkan keindahan sekaligus jejak cerita masa lalu yang menarik untuk disimak. Salah satunya adalah wisata sejarah bumi (geoheritage) di Lapangan Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Dua tahun terakhir, PT Pertamina EP yang didukung Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) merintis wisata Petroleum Sejarah Bumi Wonocolo. Pada Maret 2016, Petroleum Sejarah Bumi Wonocolo mulai diperkenalkan.

Desa Wonocolo merupakan salah satu daerah yang memiliki cadangan minyak bumi dan gas, atau senyawa hidrokarbon. Kawasan ini termasuk area kerja Pertamina Asset-4 Cepu.

Dari sisi tinjauan geologi, struktur Wonocolo merupakan satu rangkaian di dalam model struktur lipatan batuan atau antiklin Kawengan di cekungan Jawa Timur bagian utara. Cekungan ini terbentuk sejak awal zaman tersier dengan hunjaman Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Eurasia.

Adapun dari sisi sistem petroleum, cekungan Jawa Timur bagian utara memiliki kandungan organik sehingga potensial menghasilkan minyak dan gas. Lebih dari 100 tahun, warga desa mengebor secara tradisional. Hanya dengan kedalaman sekitar 300 meter, warga sudah bisa mendapatkan minyak.

Kedua tinjauan ini merupakan tawaran pendidikan yang dirintis dalam wisata Petroleum Sejarah Bumi Wonocolo.

Untuk menuju Wonocolo, pengunjung bisa melalui jalan darat dari Surabaya, dengan lama perjalanan sekitar 3-4 jam. Pagi hari merupakan waktu yang tepat memulai perjalanan. Setidaknya, saat tiba pukul 07.00 pagi, pengunjung akan disuguhi pemandangan perbukitan, muncul dari kabut yang tersibak.

Dari jarak dekat, perbukitan itu dipenuhi menara pengebor berbentuk segitiga dan berbahan kayu. Beberapa menara segitiga kayu masih beroperasi, tetapi ada juga yang ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya karena sumur minyak sudah mati.

Menjelang siang, aktivitas masih berlanjut. Sejumlah penduduk Desa Wonocolo masih asyik menimba, menyuling, dan mengangkut minyak.

Tradisional

Public Relations Manager Pertamina EP Muhammad Baron, akhir pekan lalu, di Cepu, mengatakan, luas area yang dirintis wisata Petroleum Sejarah Bumi Wonocolo mencapai 100 hektar. Luas ini sudah termasuk pengembangan infrastruktur jalur pengunjung berjalan kaki, lalu lintas kendaraan pengunjung wisata, dan area sumur percontohan. Adapun luas wilayah pengeboran tradisional sekitar 50 hektar, dengan 50 unit sumur.

"Ide awal memang dari pola pengeboran tradisional yang diwariskan turun-temurun. Namun, seiring berjalannya waktu, pengeboran baru terus bermunculan, masif, dan tanpa memperhatikan kelestarian alam. Tujuan lainnya, mengedukasi mereka mengenai alternatif mata pencarian di luar aktivitas penambangan," ujar Baron.

Pada awalnya, upaya merintis desa wisata itu tidak mudah. Namun, menurut Baron, pendekatan diutamakan untuk membina dan mendorong pemberdayaan warga, antara lain dalam bentuk pelatihan manajemen pengembangan wisata.

Total investasi yang digelontorkan sampai sekarang sekitar Rp 2,5 miliar hingga Rp 3 miliar. Hasilnya sudah tampak pada keberadaan jalur khusus mobil petualangan seperti jip.

Tak ketinggalan, komunitas sepeda PertaBike beraktivitas dengan menggelar kegiatan bersepeda mengelilingi desa. Aktivitas itu sekaligus untuk meninjau kegiatan penambangan tradisional. Jalur sepeda dimulai dari depan Rumah Singgah Wonocolo, yang sekaligus menjadi museum mini tentang sejarah penambangan.

"Sejauh ini, kami sudah menyebarkan pamflet. Kami masih terus memetakan arah pengembangan desa. Kami tak menutup kemungkinan untuk mengembangkan hingga jejak sejarah lainnya, seperti permukiman peninggalan Belanda," kata Baron.

Saat ini, Pertamina EP mengurus izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan luas tanah sekitar 50 hektar. Kolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro juga dilakukan dalam bentuk promosi.

Secara terpisah, Asisten Deputi Pengembangan Infrastruktur dan Ekosistem Pariwisata Kementerian Pariwisata Frans Teguh mengatakan, saat ini pemerintah sedang mengembangkan taman bumi (geopark). Pengelolaan taman bumi di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Adapun pengelolaan entitas taman bumi lain, seperti industri pariwisata, dipegang oleh Kementerian Pariwisata.

"Apabila desain pengelolaan wisatanya berstandar nasional, kami akan mendukungnya. Misalnya, dalam bentuk promosi. Di kementerian, kami sudah mempunyai pejabat tingkat eselon II yang mengurus pengoptimalan wisata bertema alam, seperti kebumian," ujar Frans.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Juli 2016, di halaman 19 dengan judul "Menikmati Sejarah Bumi di Wonocolo".