Meletusnya gunung berapi menjadi salah satu hal yang paling ditakuti di muka bumi ini. Dari Gunung Vesuvius hingga Krakatau, beberapa letusan paling dahsyat dalam memori manusia memiliki kesamaan faktor bencana yang sama: runtuhnya kaldera.
Sejak abad 20, hanya tujuh yang diketahui runtuh. Para ilmuwan dibuat bingung dengan mekanisme yang ada dibalik peristiwa ini selama lebih dari seratus tahun.
Jadi ketika gunung berapi Bárðarbunga di pedalaman tenggara Islandia mulai menunjukkan pembentukan kaldera yang bergerak lambat, peneliti pun memiliki kesepatan untuk memahami prosesnya.
Dalam laporan di jurnal Science, sebanyak 47 ilmuwan dan ahli model data dari sembilan negara, yang dipimpin oleh ahli Geofisikawan Magnús Gudmundsson dari University of Iceland, telah mendeskripsikan evolusi dari kaldera Bárðarbunga dari bulan Agustus 2014 hingga Februari 2015.
Anatomi Bencana
Runtuhnya kaldera terjadi ketika ruang magma bagian dalam gunung berapi dialiri magma secara tiba-tiba. Batuan dasar yang ada di dalam mengalami kekosongan dan menciptakan kedalaman tekanan pada gunung berapi.
Runtuhnya kaldera mampu menjadi penyebab dari adanya pelepasan gas yang bisa saja meledak keluar, seperti erupsi besar yang terekam dalam sejarah.
Namun bahaya yang paling besar adalah jika pegunungan yang runtuh dengan sendirinya, dimana akan memicu terjadinya tanah longsor atau tertelannya seluruh daerah yang ada di area gunung.
"Kita bisa memperhitungkan segalanya," ujar Gudmundsson. Usaha yang dilakukan peneliti termasuk melakukan pengukuran dengan menggunakan seismologik dan data geochemical, GPS, survey lapisan dasar, dan observasi menggunakan helikopter dan satelit.
"Ini akan sulit dilakukan jika terjadi selama semalaman, namun karena hal ini terjadi secara bertahap, kita memiliki banyak waktu untuk melakukan pengukuran, dan kita juga memiliki waktu untuk meneliti evolusi yang terjadi."
Ketika gunung api tersebut bergejolak pada pertengah Agustus 2014, terjadi gempa bumi berkekuatan 4.0 hingga 5.8 SR. Tumpahan magma mencapai 500 miliyar galon batuan panas. Hal tersebut menjadikannya sebagai erupsi terbesar di Iceland selama 230 tahun terakhir.
Merasakan Tekanannya
Stepahnie Grocke, seorang volkanologis yang mempelajari mega-kaldera seperti yang terjadi di Yellowstone mengatakan bahwa kinerja tim tersebut menghasilkan sebuah penelitian tentang bagaimana sistem vulkanik berkembang serta perilakunya.
"Ini mencoba mengungkapkan cerita bagaimana gunung berapi bergerak secara nyata." ujar Grocke. "Sangat unik dan berfungsi layaknya teknologi masa kini. Ini menunjukkan bagaimana gempa yang terjadi berhubungan dengan pergerakan magma. Anda bisa mengikuti titik seismisitas dan menyusuri bagaimana magma bergerak ke permukaan."
Gudmundsson mengatakan bahwa runtuhnya kaldera akibat dari magma hasil dari kebocoran ruang yang mengembung di luar batas. Sekali runtuh, maka akan semakin mendoronga magma untuk keluar.
Peringatan Awal
Pola yang terjadi di Bárðarbunga mampu membantu perhitungan kejadian sejenis jika terjadi di masa depan.
Dengan mengerti hubungan antara gempa bumi dan aliran magma, maka juga akan membantu memprediksi kemana lava dan es mengalir, atau tanah longsor yang akan terjadi.
"Hal ini sangat membantu untuk perencanaan darurat," ujar Grocke. 'Kita menggunakan sejarah aktivitas erupsi gunung berapi yang pernah terjadi di masa lampau untuk dapat mengasumsikan apa yang akan terjadi dengan gunung berapi lainnya, dan runtuhnya kaldera mampu menghubungakan banyak hal yang akan terjadi berpuluh-puluh kilometer jauhnya dari tempat kejadian."
Itu berarti para vulkanologis akan mampu memberikan peringatan pada daerah yang memiliki kemungkinan besar akan terkena dampak panjang dari erupsi.