Menurut Multamia RMT Lauder dari Departemen Linguistik Universitas Indonesia, negara Indonesia menjadi salah satu lokasi yang diminati bagi para peneliti bahasa di dunia. Hal tersebut dikarenakan Indonesia merupakan sebuah negara dengan jumlah bahasa terbanyak kedua di dunia.
Dengan memperoleh gambaran menyeluruh dari situasi kebahasaan secara umum di dunia maupun situasi kebahasaan di Indonesia, diharapkan mampu menjadi bentuk pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindarkan suatu negara dari kepunahan bahasa.
Wawasan terkait bahasa-bahasa kemudian diketahui berpotensi terancam punah. Mencegah terjadinya hal tersebut, masyarakat membutuhkan pemahaman ekolinguistik , sebagai ilmu linguistik yang memperhatikan daya hidup bahasa.
Baca juga: Mengapa Beberapa Orang Bisa Lebih kreatif dari yang Lain?
Posisi pertama negara dengan bahasa terbanyak di dunia kini ditempati oleh Papua Nugini dengan jumlah bahasa mencapai 867 bahasa. Sedangkan Indonesia menempati posisi kedua dengan jumlah bahasa sebanyak 742 bahasa.
Banyaknya ragam bahasa yang dimiliki oleh Indonesia ternyata memiliki masalahnya sendiri. Dengan jumlah bahasa sebanyak itu, hanya ada 13 bahasa daerah yang memiliki angka penutur di atas satu juta orang.
Distribusi 742 bahasa di seluruh Indonesia rupanya berbanding terbalik antara jumlah bahasa dengan jumlah penduduk. Pulau Jawa dengan jumlah penduduk 123 juta orang memiliki tidak lebih dari 20 bahasa. Sebaliknya, Papua yang penduduknya berjumlah 2 juta orang saja memiliki jumlah bahasa mencapai 271 bahasa.
Hal tersebut nyatanya membawa pengaruh pada kemungkinan kepunahan suatu atau beberapa bahasa di daerah yang ada di Indonesia, akibat dari kurangnya jumlah penutur bahasa di daerah yang memiliki jumlah ragam bahasa begitu banyak.
Multamia mengutip Wurn (1998), kondisi kesehatan kebahasaan di Indonesia yang mayoritas bahasanya berjumlah penutur sedikit mampu dianalisis dan diklasifikasikan menjadi lima tahap.
Terdapat bahasa yang berpotensi dalam tingkatan berbahaya. Bahasa tersebut secara sosial dan ekonomi tergolong minoritas dan memperoleh tekanan dari bahasa mayoritas.
Bahasa yang berada dalam kondisi bahaya dan terancam punah adalah bahasa yang tidak memiliki generasi muda yang menggunakan bahasa ibu. Generasi dewasa adalah satu-satunya kelompok yang masih menjadi penutur fasih.
Berbeda dengan kondisi bahasa yang masuk dalam klasifikasi kondisi berbahaya yang serius. Mereka adalaha bahasa-bahasa yang penuturnya berasal dari generasi tua, usia 50 tahun ke atas.
Klasifikasi selanjutnya adalah Moribund, dimana kondisi bahasa tersebut benar-benar sekarat karena penuturnya yang sedikit dan berasal dari orang-orang berusia 70 tahun ke atas.
Kepunahan bahasa akan benar-benar terjadi pada klasifikasi ini. Suatu bahasa dikatakan punah jika ia sudah tak memiliki penutur. Kemungkinan hanya memiliki satu penutur, namun meningat sang penutur tak memiliki rekan yang berkomunikasi dalam bahasa tersebut.
Baca juga: Jedek, Bahasa Baru yang Ditemukan di Malaysia
Tata nilai budaya, terutama yang dimiliki oleh Indonesia tersimpan dalam kosakata, pantun, cerita rakyat, mitos, legenda, dan ungkapan. Penelitian terhadap bahasa membantu kita untuk mengenali sosok budaya kita. Bahasa-bahasa yang tergolong berpotensi terancam punah perlu memperoleh perhatian khusus sebelum benar-benar menghilang dari kehidupan berbangsa kita.