Ternyata Everest Bukanlah Gunung Tertinggi di Bumi! Ini Penjelasannya

By Agnes Angelros Nevio, Sabtu, 1 Januari 2022 | 07:00 WIB
mungkinkah gunung everest bukan gunung tertinggi didunia? (Project Possible)

Nationalgeographic.co.id—Bukan rahasia lagi bahwa Gunung Everest, permata di mahkota Himalaya Nepal, adalah gunung paling terkenal di dunia. Itu salah satu fakta yang tertanam di masa kanak-kanak, seperti mengetahui bahwa Neil Armstrong adalah orang pertama yang berjalan di Bulan, atau paus biru adalah hewan terbesar yang pernah hidup.

Maka, Anda mungkin terkejut mendengar bahwa puncak-puncak lain dapat dianggap sebagai gunung yang tertinggi di Bumi; itu hanya tergantung bagaimana Anda mengukurnya.

Jadi, dilihat dari parameter yang berbeda—termasuk tertinggi berdasarkan ketinggian, tertinggi dari dasar ke atas, dan tertinggi berdasarkan titik terjauh dari pusat Bumi—gunung apa yang tertinggi di dunia?

Gunung Everest, yang terletak jauh di subpegunungan Mahālangūr Himāl di Himalaya, tidak diragukan lagi yang paling terkenal—dan memikat—dari semua gunung di planet kita. Gunung ini juga dikenal sebagai Chomolungma, yang berarti "Ibu Dewi Bumi" dalam bahasa Tibet.

Everest pertama kali didaki pada 29 Mei 1953 oleh Tenzing Norgay, seorang Sherpa Nepal, dan Edmund Hillary dari Selandia Baru, dan sejak itu berhasil didaki oleh sekitar 4.000 orang. Gunung itu juga telah merenggut nyawa lebih dari 300 orang sejak catatan mulai disimpan pada tahun 1922, menurut Guardian.

Para peneliti telah mengukur Gunung Everest berkali-kali selama beberapa dekade terakhir, tetapi penilaian terbaru, yang diumumkan pada November 2021, menempatkannya pada ketinggian 29.031,69 kaki (8.848,86 meter) di atas permukaan laut, yang tingginya hampir 5,5 mil (8,8 kilometer). Ini ketinggian yang cukup mengesankan, tetapi menimbulkan pertanyaan: Mengapa kita menggunakan "di atas permukaan laut" saat menentukan puncak tertinggi di dunia?

"Agar memiliki komparabilitas dalam pengukuran, perlu memiliki dasar yang konsisten," Martin Price, seorang profesor dan direktur pendiri Pusat Studi Gunung di University of Highlands and Islands di Skotlandia, yang dilansir dari kepada Live Science.

"Secara historis, dan bahkan sekarang, ketinggian biasanya diberikan sebagai ketinggian di atas permukaan laut rata-rata," kata Price kepada Live Science. "Namun, ini harus mengacu pada permukaan laut rata-rata standar, yang harus ditentukan. Permukaan laut berbeda di berbagai belahan dunia, dan mereka berubah karena perubahan iklim."

Akibatnya, "ketinggian sekarang diukur dalam kaitannya dengan geoid Bumi yang didefinisikan secara matematis," katanya. Geoid menurut Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) adalah, "model permukaan laut rata-rata global yang digunakan untuk mengukur ketinggian permukaan yang tepat." Rata-rata ini digunakan untuk memastikan ketinggian gunung, sebuah proses yang terkadang membutuhkan pesawat terbang untuk terbang "bolak-balik di atas gunung dalam serangkaian garis paralel untuk mengukur seberapa banyak gravitasi yang ditarik ke bawah pada puncaknya," menurut GIM International. Pengukuran ini, bersama dengan pembacaan GPS, memberikan pembacaan ketinggian yang sangat akurat. 

Jadi, semua gunung diukur dari permukaan laut, terutama untuk kenyamanan dan konsistensi, tetapi bagaimana jika pengukuran hanya dilakukan dari dasar ke puncak? Akankah Everest masih menduduki tangga daftar puncak tertinggi?

Jawabannya tentu saja "tidak". Kehormatan itu akan diberikan kepada Mauna Kea, sebuah gunung berapi tidak aktif di Hawaii. Meskipun puncaknya adalah 13.802 kaki (4.205 m) di atas permukaan laut - yang kurang dari setengah ketinggian Everest, menurut National Geographicmayoritas Mauna Kea tersembunyi di bawah permukaan laut. Ketika diukur dari dasar ke puncak, Mauna Kea tingginya 33.497 kaki (10.211 m), menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), yang menempatkannya di atas Gunung Everest.

Oleh karena itu, haruskah kita menganggap Mauna Kea sebagai gunung tertinggi di Bumi?

"Itu semua tergantung pada perspektif yang Anda ambil," kata Price. "Jika tidak ada lautan di planet kita, tidak akan ada perdebatan! Anda bisa membandingkan gunung tertinggi di benda lain di tata surya kita, yang tidak memiliki lautan."

Sementara itu, pesaing lainnya, Gunung Chimborazo di Ekuador, memiliki puncak yang merupakan titik terjauh dari pusat Bumi.

Baca Juga: Letusan Gunung Berapi, Pemicu Skotlandia Gabung dengan Britania Raya

Chimborazo bukanlah gunung tertinggi di Andes—bahkan tidak termasuk dalam 30 teratas—tetapi kedekatannya dengan khatulistiwa adalah yang membuat semua perbedaan. Bumi bukanlah bola yang sempurna—secara teknis, ini adalah sebuah oblate spheroid—dan ia menonjol di sepanjang khatulistiwa. Ini adalah hasil dari gaya yang diciptakan oleh rotasi bumi. Akibatnya, berarti ada perbedaan 13,29 mil (21,39 km) antara jari-jari kutub planet (3.949,90 mil/6.356,75 km) dan jari-jari ekuatornya (3.963,19 mil/6.378,14 km), menurut Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA.

Chimborazo hanya 1 derajat di selatan khatulistiwa, di mana tonjolan bumi paling menonjol; keunikan geografis ini berarti puncak Chimborazo berjarak 3.967 mil dari inti bumi, membuatnya 6.798 kaki (2.072 m) lebih jauh dari pusat planet daripada puncak Everest.

Jadi, manakah dari ketiga penantang gunung tertinggi ini yang harus membawa pulang juara pertama?

Baca Juga: Ruangan Para Budak Romawi Ditemukan di Pompeii, Kondisinya Luar Biasa

Gunung Everest adalah gunung tertinggi di atas permukaan laut, sedangkan Mauna Kea pasti bisa diklaim sebagai gunung tertinggi di dunia (bila permukaan laut tidak diperhitungkan). Akan sulit untuk membuat kasus bagi Chimborazo menjadi yang tertinggi, tapi "itu semua masalah perspektif," aku Price.

Terlepas dari gunung yang Anda pilih, tingginya gunung tersebut bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan Olympus Mons di Mars, gunung berapi terbesar yang diketahui di tata surya. Ini memiliki ketinggian sekitar 16 mil (25 km), menurut NASA, yang hampir tiga kali lebih tinggi dari Everest, dan dasar diameter 374 mil (601,9 km), yang kira-kira jarak yang sama memisahkan Jakarta dan Lasem (374 mil/600 km).

Ada juga kawah tumbukan yang disebut Rheasilvia di asteroid Vesta, yang merupakan bagian dari sabuk asteroid 100 juta mil dari Bumi. Di tengah kawah ini adalah puncak yang diyakini para ilmuwan bisa berada di ketinggian antara 12 dan 15,5 mil (20 dan 25 km), yang berarti itu mungkin gunung tertinggi di tata surya, menurut NASA Jet Propulsion Laboratory.

Baca Juga: Saat Gunung Toba Meletus, Bagaimana Kondisi Bumi dan Manusia Purba?