Agrarische Wet dan Dinamika Pola Pemukiman di Surabaya Abad ke-19

By Galih Pranata, Rabu, 29 Desember 2021 | 15:00 WIB
Suasana di Jalan Cina, Gemeente (Kotamadya) Surabaya pada tahun 1919. (KITLV)

Nationalgeographic.co.id—Ledakan penduduk terjadi di Karesidenan Surabaya seiring dengan lajunya urbanisasi dan migrasi, dari desa-desa menuju Gemeente (Kotamadya) Surabaya. 

Semenjak dikeluarkannya UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) yang disebut juga sebagai Agrarische Wet pada tahun 1870, mendorong terjadinya perluasan pabrik gula di wilayah-wilayah Hindia-Belanda, utamanya Karesidenan Surabaya.

Engelbertus de Waal selaku Menteri dari Hindia Belanda, menetapkan Agrarische Wet sebagai kebijakan yang berisi tentang hukum administratif tanah untuk mengatur pembagian atas penguasaan tanah oleh pemerintah, masyarakat pribumi maupun non-pribumi.

Meluasnya pabrik-pabrik gula di Surabaya, pada akhirnya berdampak juga pada urbanisasi dan migrasi yang terus meningkat dari tahun ke tahun, "sehingga penduduk juga semakin padat," tulis Sudarmawan.

Widi Sudarmawan di bawah bimbingan Purnawan Basundoro, menuliskan jurnal berjudul Aktivitas Gementee Surabaya Tahun 1906-1942, yang dipublikasikan oleh VERLEDEN, pada tahun 2013.

"Kepadatan penduduk terjadi sekitar pabrik-pabrik gula yang kemudian berpengaruh terhadap pola pemukiman," ungkap F. W. M. Kerchman dalam tulisan Sudarmawan.