Restorasi Museum Rasisme, Sirkus Manusia di Belgia dari Tahun 1897

By Galih Pranata, Sabtu, 1 Januari 2022 | 16:00 WIB
Kartu pos abad ke-19 yang menggambarkan orang-orang Kongo dipamerkan di Brussels. (Museum Afrika/The New York Times)

Nationalgeographic.co.id—Gereja Katolik Roma di pusat Tervuren, pinggiran kota Brussel, ibu kota Belgia, bukanlah tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi. Bangunan ini dipugar kembali dengan jendela kaca patri dan lonceng.

Namun, bukan bangunannya yang menjadi fokus utama, melainkan tujuh pusara yang berada tepat di luar temboknya. "Kuburan batu yang memiliki makna sejarah kelam bagi Belgia, pada masa lalu di zaman kolonial," tulis Nayeri.

Farah Nayeri menulisnya kepada The New York Times, artikelnya berjudul Remembering the Racist History of ‘Human Zoos’, dipublikasikan pada 29 Desember 2021.

Kuburan itu menyimpan enam pria Kongo dan satu wanita yang pada masa lalunya, dipamerkan seperti binatang di kebun binatang, di taman terdekat di Tervuren selama musim hujan tahun 1897.

"Mereka meninggal karena influenza dan radang paru-paru setelah dipaksa menghabiskan hari-hari mereka di luar (dipamerkan seperti binatang)," imbuhnya.

Mereka termasuk di antara 267 pria, wanita, dan anak-anak yang diangkut dari Kongo, Afrika, ke Tervuren untuk sebuah pameran kolonial yang diperintahkan oleh raja Belgia, Leopold II.

Baca Juga: Kisah Kelam Sarah Baartman, 'Manusia Sirkus' dari Suku Khoikoi

Orang-orang kulit hitam itu mendapat perlakuan keji, rasisme, dan dijadikan objek hiburan raja di era kolonial. Mereka dilatih untuk bermain sirkus, sebagaimana hewan-hewan yang dilatih untuk pertunjukan.

"Atraksi tersebut, yang menurut perkiraan kurator museum, telah dikunjungi oleh 1,5 miliar orang di seluruh dunia, berkisar dari pertunjukan sirkus kecil dan suatu pertunjukan yang aneh," terangnya.

Musuem Afrika yang telah ramai dikunjungi wisatawan. (The New York Times)

Kekejian itu menunjukan superioritas bangsa kulit putih yang secara kejam menindas kaum kulit hitam yang sengaja didatangkan sebagai bahan hiburan dan pertunjukan.

"Tontonan seperti pameran manusia di tahun 1897, sering diselenggarakan oleh impresario yang membawa rombongan orang yang tidak dibayar atau dibayar rendah di seluruh dunia, seperti halnya orang Kongo ditampilkan di Amerika Serikat," ungkapnya.