Tapi, mengapa pelaku masih melakukan kekerasan terhadap tubuh korban yang telah tewas?
Watson menggunakan “teori pensinyalan berbiaya” dalam biologi evolusioner untuk menjelaskan alasan dibalik perlakuan tersebut. Teori pensinyalan berbiaya merupakan gagasan bahwa individu memiliki mekanisme komunikasi dengan menunjukkan perilaku atau ciri fisik tertentu yang secara bersamaan menguntungkan dan berisiko. Contohnya, burung jantan seringkali memiliki bulu dengan warna mencolok untuk menarik perhatian betina, yang menguntungkan secara biologis. Namun, warna bulu yang mencolok juga bisa menimbulkan risiko karena mereka jadi terlihat lebih mencolok bagi predator.
Watson menduga bahwa pembunuhan dengan kekerasan dilanjutkan dengan kekerasan terhadap jasad mengirimkan sinyal kuat yang menunjukkan kekuatan dan dominasi. Sinyal tersebut tampaknya dapat meningkatkan kewibawaan dengan segala manfaat biologisnya, namun juga memiliki risiko, ancaman balas dendam dari keluarga korban.
“Dengan membuat permakaman tak normal ini, pada dasarnya pelaku menunjukkan tanda kehebatan mereka untuk memperoleh status sosial, tetapi ada biaya yang harus dibayar: ancaman terhadap nyawa mereka sendiri atau keluarga,” papar Watson.
Meskipun penelitian Watson berfokus pada kekerasan yang terjadi sekitar 2.000 hingga 4.000 tahun silam, ia menduga teori pensinyalan berbiaya mungkin juga masih diterapkan dalam konteks kekerasan di era modern.
Dengan berbagai isu yang terjadi saat ini, seperti meningkatnya kekerasan dan pembunuhan di berbagai kota di dunia, banyak anak-anak yang tumbuh dalam budaya kekerasan di masyarakat tertentu. Mereka belajar bagaimana dengan kelemahan yang dimiliki, mereka mampu berinteraksi dengan lingkungan.
“Mereka memperoleh status karena mereka mahir melakukan kekerasan dan berpikir begitulah cara agar dihormati. Seiring waktu, keuntungan pun datang, kekayaan, wanita dan keturunan. Ada kepentingan biologi untuk menyiratkan bahwa mereka layak atas status yang telah didapatkan,” pungkas Watson.