Perlindungan untuk Desa Adat Yanomami yang Terasing di Hutan Amazon Brasilia

By , Kamis, 24 November 2016 | 16:00 WIB

Gambar spektakuler dari desa adat terasing di Brasilia membangkitkan permohonan dari para pemimpin suku dan pendukung hak asasi manusia agar pemerintah turun tangan dalam melindungi permukiman tersebut dari penambang emas ilegal.

Foto udara menunjukkan penduduk desa berkumpul di pusat struktur tradisional yang melingkar di dalam Wilayah Adat Yanomami. Kawasan ini berada di cagar alam dengan sungai dan hutan dataran tinggi tak jauh dari perbatasan dengan Venezuela.

Gambar diambil pada pertengahan September oleh petugas lembaga urusan adat Brasilia, Fundação Nacional do Indio (FUNAI) pada penerbangan pengintaian di atas cagar alam. Penerbangan ini termasuk bagian dari operasi gabungan dengan pasukan tentara dan agen polisi untuk membersihkan ribuan penambang emas liar.

Orang-orang Indian Yanomani yang sama pernah diamati di sebuah desa di lokasi berbeda saat penerbangan pengintaian empat tahun silam. Tetapi, hunian komunal tersebut kemudian ditinggalkan dan membuat para petugas khawatir akan nasib kelompok terasing itu hingga akhirnya mereka terlihat kembali. Dikenal sebagai Moxihatetema, penduduk desa ini telah menghindari kontak dengan orang luar, bahkan dengan masyarakat Yanomami lainnya.

Para petugas melaporkan bahwa mereka cukup heran ketika menyaksikan kehidupan para suku terasing tersebut melalui pesawat yang terbang rendah. “Sangat luar biasa bahwa mereka tampak baik-baik saja,” kata Guilherme Gnipper, agen FUNAI yang memotret suku itu kepada National Geographic.

“Halaman rumah mereka luas, orang-orangnya tampak sehat. Tetapi serangan penambang emas semakin dekat,” ujarnya.

Gnipper mengatakan bahwa meski tampak sedikit ketakutan, para penduduk terasing tersebut tidak berupaya bersembunyi ketika melihat pesawat. Selain itu, tak seperti suku terasing lain yang sering dipotret baru-baru ini, Desa Moxihatetema tampaknya benar-benar menghindari barang-barang industri, seperti panci alumunium, parang baja dan kain. “Kami tidak melihat produk pabrikan sama sekali,” kata Gnipper. “Tak ada yang terbuat dari logam, mereka benar-benar hidup dengan baik dalam isolasi yang sempurna. Rasanya seperti perjalanan waktu,” ungkapnya.

Tapi isolasi yang bisa segera berakhir, dan para pejabat serta tokoh adat takut itu bisa berakhir dengan sangat buruk.

Penduduk Desa Moxihatetema tampaknya benar-benar menghindari barang-barang industri, seperti panci alumunium, parang baja dan kain. (Guilherme Gnipper Trevisan/Hutukara via National Geographic)

“Saya sangat prihatin terhadap saudara saya, Moxihatetema,” kata Davi Kopenawa, seorang dukun suku dan presiden Hutukara Yanomami Association, yang mewakili sekitar 22.000 orang Yanomami yang tinggal di cagar alam di kawasan perbatasan Brasilia.

Kopenawa mengatakan bahwa dirinya telah mendengar desas-desus bahwa para penambang emas ilegal akan menyerang desa. “Saya takut para penambang itu mencari desa dan membunuh semua penduduknya,” ungkap Kopenawa.

Operasi pertambangan telah meningkat drastis dalam beberapa bulan terakhir. Diperkirakan, ada sekitar 5.000 penambang ilegal yang berkeliaran di kawasan itu, menginvasi sungai dan hutan. Dalam upaya untuk mengekang invasi, FUNAI telah meminta dukungan dari kontingen kecil pasukan militer Brasilia dan polisi militer negara. Para pejabat pemerintah mengatakan bahwa sekitar seribu penambang liar telah diusir dari kawasan tersebut sejak operasi dimulai pada akhir Oktober.

Kopenawa megnatakan, penambangan emas aktif hanya berjarak sekitar 29 km dari desa. Perkemahan para penambang juga dilengkapi dengan landasan pacu, sehingga mempersulit upaya untuk membongkar perkemahan dan mengusir para penambang.

Jangankan serangan langsung, kontak damai antara penambang dan penduduk desa bahkan bisa berujung bencana. Karena para penambang bisa menularkan penyakit yang berbahaya bagi para penduduk yang sistem imunnya lemah. “Jika para penambang mencapai desa, mereka akan mengkontaminasi penduduk dengan penyakit orang kulit putih,” ujar Kopenawa.

Pemerintah Brasilia menetapkan Wilayah Adat Yanomami dalam beberapa bulan sebelum KTT Bumi yang diselenggarakan di Rio de Janeiro pada 1992. Pada saat itu, militer melancarkan upaya besar, didukung oleh pesawat dan kapal cepat, untuk membersihkan wilayah tersebut dari penambang liar. Tapi sedikit demi sedikit, para penambang telah merayap kembali, sering dengan kerjasama diam-diam antara bos politisi lokal dan pengusaha.

Desa Moxihatetema yang berada di hutan kawasan perbatasan terancam oleh serangan penambang emas ilegal. (Guilherme Gnipper Trevisan/Hutukara via National Geographic)

“Ketika mereka mengusir para penambang emas, mereka tidak menangani akar masalah, yaitu para politisi lokal dan beberapa pemimpin bisnis,” kata Fiona Watson,  aktivis untuk kelompok hak asasi bernama  Survival International. Organisasi tersebut telah memelopori upaya internasional untuk melindungi suku terasing terakhir Amazon.

“Suku terasing seperti yang ada di foto itu sangat rentan. Fakta bahwa mereka begitu dekat operasi tambang emas menempatkan mereka pada risiko yang sangat besar. Ini adalah tugas konstitusional pemerintah Brasilia untuk melindungi mereka,” ujarnya.

Selain ancaman kekerasan dan penularan penyakit, operasi penambangan emas juga mengkontaminasi air di kawasan murni dengan merkuri. Biasa digunakan untuk memisahkan emas dari endapan, bahan kimia beracun ini bisa terakumulasi dalam tubuh ikan, yang pada gilirannya akan menyebabkan masalah kesehatan serius pada penduduk di bantaran sungai. Sebab, ikan sungai merupakan sumber protein utama mereka.

“Pemerintah Brasilia, FUNAI, Kepolisian Federal dan tentara Brasilia harus mengusir para penambang dari tanah Yanomami yang dilindungi secara hukum dengan segera,” kata Kopenaw.

“Dunia luar harus mendesak pemerintah Brasilia untuk melindungi Yanomami dan mengusir para penambang emas. Itulah yang kami—orang-orang Yanomami—inginkan,” pungkasnya.