Condet Zaman Prasejarah, Entong Gendut Sampai Cagar Budaya

By , Selasa, 29 November 2016 | 16:00 WIB

Dalam sambutannya di buku Condet Cagar Budaya Betawi karya Ran Ramelan, Ali Sadikin mengatakan, “Untuk mengejar persyaratan sebagai kota metropolitan pembangunan tidak perlu melenyapkan nilai-nilai lama yang telah ada. Planologi mesti memperkatikan nilai sosio-kultural, kalau tidak, maka hasil pembangunan yang kita capai tidaklah berakar pada bumi di mana kita berpijak.” 

Selama masa kepemimpinan Ali Sadikin, kawasan Condet termasuk daerah maju. Pemerintah menyediakan anggaran untuk melestarikan budaya Betawi di Condet. Sayangnya, hal tersebut tak berlangsung lama. Seiring pergantian gubernur dan perubahan-perubahan kebijakan, Condet kian terlupakan. 

Baca juga: Benarkah Bahasa Muncul 1,5 Juta Tahun Lebih Awal dari Perkiraan?

Saat ini, kawasan Condet hampir tak ada bedanya dengan pemukiman-pemukiman lain di Jakarta. Padat dan semerawut. Pembangunan di kawasan Condet sulit dikendalikan. Kebun dan kawasan hijau, sirna dan digantikan oleh rumah-rumah modern, kios, bengkel,warung, restoran, toko dan minimarket. Selain itu, banyaknya masyarakat pendatang membuat penduduk asli terdesak sehingga proporsi masyarakat Betawi di kawasan ini juga semakin berkurang. Kini, status Cagar Budaya Betawi yang pernah disematkan pada Condet, hanya tinggal kenangan.