Praktik Kanibal Neanderthal Ungkap Pentingnya Evolusi Indra Penciuman

By Hanny Nur Fadhilah, Sabtu, 1 Januari 2022 | 13:00 WIB
Neanderthal, yang diwakili di sini oleh rekonstruksi museum, telah hidup di Eurasia selama 200.000 tahun ketika Homo sapiens pertama kali melewatinya, dan komunitasnya berbaur. (Pierre Andrieu/Getty Images)

Nationalgeographic.co.id - Sekitar 800.000 tahun yang lalu, Homo heidelbergensis, yang hidup di Eropa dan Afrika, memunculkan sejumlah tipe manusia di masa depan. Termasuk Homo sapiens (kita), Neanderthal, Denisovan, dan lain-lain.

Ahli genetika mengeklaim bahwa garis keturunan Homo sapiens dan Neanderthal memiliki nenek moyang yang sama sampai sekitar 588.000 tahun yang lalu, ketika kedua jenis manusia ini menjadi terisolasi satu sama lain dan terus berevolusi secara terpisah.

Homo sapiens terus berevolusi di Afrika. Kerangka Homo sapiens telah digambarkan sebagai anggun, dan dalam bahasa antropolog ini berarti tinggi, kurus, dibangun untuk pembuangan panas, dan berlari.

Kerangka Neanderthal digambarkan kuat: pendek, kekar, dan dibuat untuk menahan panas. Neanderthal terus berevolusi dan berkembang biak sendirian di Eropa Barat dan Asia sampai mereka punah sekitar 30.000 tahun yang lalu. Alasan kepunahan mereka berkisar dari kesempatan murni, hingga perubahan iklim, hingga demografi, hingga perang dengan Homo sapiens.

Namun, banyak antropolog percaya persaingan untuk mendapatkan sumber daya, dan bukan konflik langsung, yang menyebabkan kepunahan Neanderthal. Beberapa berpendapat bahwa perbedaan kognitif yang kecil tetapi signifikan antara dua sepupu manusia ini adalah alasan Homo sapiens dapat mengekstraksi sumber daya yang lebih besar dari lingkungan yang sama (Wynn, Overmann, & Coolidge, 2016).

Baca Juga: Apa Jadinya Bumi Tanpa Manusia Modern? Begini Penjelasan Para Ahli 

Antropolog Spanyol, Jordi Augustí dan Xavier Rubio-Campillo (2016) melakukan eksperimen virtual untuk mempelajari faktor-faktor yang mendasari kepunahan Neanderthal. Dalam model eksperimental mereka, mereka memasukkan lokasi kelompok dengan wilayah jelajah definitif (tempat sumber daya dikumpulkan), ukuran kelompok, kanibalisme (untuk menghilangkan persaingan dan mendapatkan sumber daya tambahan), dan peluang bahwa suatu kelompok akan patah menjadi dua. 

Dari sudut pandang teori, kanibalisme tampaknya menjadi cara optimal untuk mendapatkan sumber daya. Di sini, penting untuk membedakan antara dua jenis kanibalisme, endokanibalisme dan eksokanibalisme.

Endokanibalisme adalah di mana suatu kelompok memakan anggotanya sendiri. Jenis kanibalisme ini dapat dipraktikkan untuk alasan gizi, yaitu, jika suatu kelompok kelaparan dan anggota yang sangat muda atau sangat tua dapat dimakan agar anggota kelompok efektif yaitu, bisa bekerja dan reproduktif untuk bertahan hidup. Endokanibalisme juga dapat dipraktikkan untuk alasan agama atau simbolis setelah kematian anggota kelompok. 

Homo neanderthalensis jantan dan betina di Museum Neanderthal, Mettmann, Jerman. (UNiesert/Frank Vincentz/ CC BY SA 3.0 )

Sementara itu, eksokanibalisme melibatkan memakan anggota dari kelompok lain. Eksokanibalisme dipraktekkan untuk menghilangkan persaingan dari sumber daya kelompok (makanan, tempat tinggal, dll), untuk menakut-nakuti kelompok lain, atau untuk alasan simbolis.

Augustí dan Rubio-Campillo menemukan bahwa ketika sumber daya berlimpah, baik endo maupun eksokanibalisme tidak diperlukan untuk bertahan hidup. Namun, ketika sumber daya langka dan kondisi lingkungan sulit misalnya, cuaca dingin yang ekstrem, kanibalisme mungkin merupakan sifat yang optimal.