Teman-teman kelas mempelai perempuan datang berkunjung sebelum pernikahan dimulai untuk memuji gaunnya. (DARO SULAKAURI, via Nationalgeographic.com)
Di sebuah salon di desanya, sang mempelai perempuan sedang bersiap untuk upacara pernikahannya. (DARO SULAKAURI, via Nationalgeographic.com)
Seorang pengantin perempuan berusia 17 tahun pergi meninggalkan rumahnya untuk upacara pernikahan. Ia bertemu mempelai prianya satu bulan sebelum hari pertunangan mereka diumumkan. (DARO SULAKAURI, via Nationalgeographic.com)
Para remaja laki-laki menonton pesta pernikahan dari mobil mereka. (DARO SULAKAURI, via Nationalgeographic.com)
Ketika para teman-teman dan anggota keluarganya sedang berdansa di sekitarnya, seorang pengantin perempuan berusia 17 tahun menangis sementara tangannya memegang hadiah berupa uang. (DARO SULAKAURI, via Nationalgeographic.com)
Mempelai pria dan wanita sedang melangkahi seekor bangkai domba. Domba tersebut disembelih sebagai bagian dari ritual pernikahan. (DARO SULAKAURI, via Nationalgeographic.com)
Sepasang pengantin muslim ketururan Geogia-Azeri sedang berpose di depan sebuah masjid saat hari pernikahan mereka. Mereka bertemu satu bulan sebelum hari pertunangan mereka diumumkan. Mempelai wanitanya berusia 17 tahun sementara sang mempelai pria berusia 22 tahun. (DARO SULAKAURI, via Nationalgeographic.com)
Tak ada seorang pun yang tahu pasti berapa banyak perempuan dibawah umur yang akan menikah di Georgia
United Nations Population Fund memiliki beberapa catatan yang menunjukkan bahwa setidaknya ada sekitar 17 persen dari populasi perempuan di Georgia yang menikah dibawah usia 18 tahun. Sementara usia menikah yang sah secara hukum di Georgia adalah 18 tahun. Namun, hal itu menjadi sulit ditelusuri ketika terkadang para keluarga mencoba untuk mengindari hukum dengan cara menyembunyikan surat pernikahan mereka selama beberapa tahun. Biasanya, mereka melaksanakan pernikahan di masjid atau gereja pedalaman. Selain itu, mereka juga memilih untuk menikah resmi secara adat dan agama.
Daro Sulakauri seorang jurnalis foto yang tumbuh besar di Georgia, mengingat salah satu teman sekelasnya menikah ketika usia mereka baru 12 tahun. "Saya merasa cemas," kenangnya. "Saya merasa seperti ada sesuatu yang salah. Tetapi saya tidak mengerti apa itu."
Perasaan tersebut datang kembali ketika ia mulai meneliti isu-isu perempuan di Georgia setelah ia menerima hibah dari Human Rights House Network. Mengingat teman sekelasnya, Ia mulai bertanya-tanya pada orang sekitar mengenai pernikahan dini. Setelah itu, ia menerima sebuah undangan pernikahan di sebuah desa kecil. Pada akhir upacara tersebut ia melihat mempelai wanita mulai menangis.
"Sangat sulit untuk meceritakan perasaan wanita itu," kata Sulakauri. "Apakah dia sedih? Apakah dia senang? Bagi saya, dia sangat bingung saat itu. Jadi itu sebabnya saya mulai menyadari bahwa saya sangat ingin bercerita tentang ini."
Mari, seorang gadis berusia 15 tahun yang tinggal di Adjara. Kebanyakan perempuan seusianya keluar dari sekolah untuk menikah. Neneknya percaya itu adalah sebuah tradisi yang harus dilalui. (DARO SULAKAURI, via Nationalgeographic.com)
Si kembar Monika dan Laura, tinggal di Kakheti. Mereka lahir ketika ibunya baru berusia 14 tahun. (DARO SULAKAURI, via Nationalgeographic.com)