Menelusuri Jejak Air di Ceres

By , Senin, 9 Januari 2017 | 20:30 WIB

Ceres. Dewi Pertanian dan Kesuburan dari bangsa Romawi Kuno abadi di antara bebatuan di Sabuk Asteroid. Sang Dewi yang menguasai bahan makanan berupa biji-bijian seperti jagung dan gandum ini tidak sekedar kita kenal sebagai cereal dari kata serealia ataupun nama meises. Mungkin yang terakhir hanya di Indonesia.

Di angkasa, atau lebih tepatnya di Tata Surya, Ceres adalah asteroid terbesar yang ada di Sabuk Asteroid. Keberadaannya bersama hampir 2 juta asteroid di antara Mars dan Jupiter menyimpan cerita menarik dari masa lalu Tata Surya. Benda-benda ini merupakan sisa materi pembentukan Tata Surya. Asteroid sering kali juga disebut planet yang gagal. Seharusnya materi yang ada di area ini bergabung menjadi sebuah planet. Akan tetapi, gaya tarik yang besar dari Mars dan Jupiter, menyebabkan materi yang ada di antara kedua planet ini tak pernah bersatu ataupun terlontar ke luar.

Benda-benda yang ada di antara Mars dan Jupiter, dikenal sebagai sabuk asteroid. Bentuknya tidak beraturan. Tapi Ceres adalah satu-satunya asteroid yang berbentuk bulat dengan diameter 945 km. Massanya juga 1/3 massa seluruh asteroid yang ada di sabuk asteroid.

Sejarah penemuannya juga menarik. Ceres adalah satu-satunya obyek yang bisa kita katakan pernah mengalami beberapa kali pergantian identitas.

Berkenalan dengan Ceres

Ceres ditemukan pada tanggal 1 Januari 1801 ketika manusia baru mengawali abad ke-19. Benda kecil yang mengitari Matahari ini ditemukan oleh Giuseppe Piazzi dari Palermo, Italia. Meskipun baru ditemukan tahun 1801, keberadaan ceres sudah lama diprediksikan berdasarkan hukum Titius – Bode oleh Johann Elert Bode pada tahun 1772. Dan jauh sebelum itu,pada tahun 1596, Kepler sudah memprediksikan keberadaan gap atau celah besar antara Mars dan Jupiter. Ceres ditemukan di celah ini pada jarak 413 juta km atau 2,8 AU dari Matahari.

Ketika pertama kali ditemukan, Ceres bukan asteroid. Ia dikelompokkan sebagai planet bersama beberapa obyek lain seperti Palas, Juno dan Vesta yang ditemukan kemudian. Ternyata, semakin banyak obyek ditemukan di area ini membuat para astronom melakukan reevaluasi dan obyek-obyek ini kemudian di kelompokkan sebagai asteroid pada tahun 1859.

Hampir 1,5 abad kemudian, Ceres kembali mengalami pengelompokkan ulang. Kali ini bersama Pluto, ia ditempatkan sebagai planet katai atau planet kerdil. Penyebabnya, tak lain adalah semakin banyak obyek serupa Pluto ditemukan di area Sabuk Kuiper. Dan beberapa di antaranya hampir seukuran Pluto dan ada yang lebih besar dari Pluto. Maka, definisi ulang planet dirasakan perlu oleh para astronom.

Ceres yang mengorbit Matahari setiap 4,6 tahun ini tidak memiliki musim seperti halnya planet lain, mengingat kemiringan sumbu rotasinya hanya 4º. Obyek yang pernah jadi planet kemudian asteroid terbesar dan sekarang planet katai juga diketahui merupakan protoplanet atau embrio planet.

Berbeda dengan asteroid lain, Ceres memiliki semuanya untuk menjadi sebuah planet. Planet kerdil ini terbentuk bersama planet lainnya 4,6 milyar tahun lalu dan memiliki kemiripan dengan planet kebumian lainnya. Artinya, ia disusun oleh batuan. Tapi, kerapatannya cukup renggang. Ceres memulai perjalanannya untuk menjadi planet dengan baik sampai suatu ketika ia kehabisan makanan yang bisa membuatnya jadi planet seperti Mars ataupun Bumi. Benda-benda kecil yang harusnya bisa ditarik untuk menjadi bagian dari Ceres, tidak pernah masuk dalam jangkauan gaya tariknya. Akibatnya, Ceres tetap jadi cikal bakal planet sampai saat ini.

Ada air di mana-mana

Ceres yang berputar pada sumbunya setiap 9 jam, merupakan planet katai berbatu yang dingin dan tanpa udara. Ada satu hal yang menarik dari Ceres. Para astronom menduga di Ceres ada air.Jejak air juga ditemukan di atmosfer tipis Ceres. Uap air tersebut diduga berasal dari sublimasi es yang ada di permukaan Ceres.

Rupanya dugaan itu memang tidak salah. Bahkan hasil pengamatan Wahana Dawn menyingkap cerita yang lebih menarik. Ceres punya kemiripan dengan Bumi!