Menari di Jeram Sungai Nimanga

By , Jumat, 16 Desember 2016 | 12:24 WIB

Derasnya aliran Sungai Nimanga, Desa Timbukar, Minahasa, Sulawesi Utara, memang tiada dua. Sembari menikmati candu dari adrenalin yang terkumpul. Kedua bola mata dibuat tak berdaya menikmati rangkaian pemandangan yang tersaji. Mulai dari tebing yang tinggi, pepohonan yang rindang hingga barisan batu-batuan di sekitar sungai.

Mengarungi sungai bersama 15 orang sejauh 9 kilometer dengan 3 perahu karet selama 2 jam. Cerita ini menjadi awalan dan akhiran terkait aktivitas rafting yang terekam. Setelah dibuat penasaran dengan aktivitas rock climbing di Desa Kilometer Tiga, kini elf yang ditumpangi segera menuju titik awal perjumpaan untuk aktivitas rafting.

Keberuntungan nampaknya berada di pihak kita, sampai ke tujuan tepat waktu merupakan salah satunya. Sehingga langkah bisa dengan segera bergegas menuju meja bundar, mengisi perut terlebih dahulu sebelum dilanda kelaparan. Kenapa begitu, jawabannya sederhana, karena rafting merupakan aktivitas yang mampu membakar kalori dengan jumlah yang banyak, dan dari hasil pembakaran makanan yang dicerna akan diubah menjadi energi.

Meski di pulau Jawa hampir setiap sungai telah dijadikan ajang berburu adrenalin dengan operator rafting yang beragam, berbeda hal ketika berada di sungai Nimanga, Desa Timbukar, Minahasa, Sulawesi Utara. Operator penyelenggara kegiatan arum jeram dapat dihitung dengan jari.

Tingkat sungai yang menyentuh grade 4, tak membuat semangat patah ditengah jalan, bisikan-bisikan akan kekalahan sudah tak terdengar lagi. Life vest, helm, dan dayung telah berada di tangan. Sebagai pembuka setelah semua telah terpasang dengan gagah, empunya rafting pun turun langsung memberikan arahan berupa tips & trik melawan jeram dalam balutan pesan safety first.

Debit air yang berlebih membuat laju dari perahu karet yang kami tumpangi dapat melaju dengan lancar, dan langsung pada jeram pertama ritual dayung maju dan mundur langsung diperagakan sesuai instruksi dari skipper.

Jeram-jeram ditempat ini pun diberi nama yang unik, ada yang bernama jeram Good Bye!, Superman, Tornado hingga Golden Gate. Setiap jeram memiliki karakteristik dan sensasi yang berbeda-beda ketika dilalui. 

Tepat ditengah perjalanan, kami yang sedari tadi bertarung dengan jeram, diajak oleh skipper melihat langsung pembuatan minuman khas Sulawesi Utara, Cap Tikus, Minuman yang populer dengan istilah CT ini, sejak dulu telah populer di kalangan petani Minahasa. Bagi mereka minuman tersebut bukanlah minuman keras, setiap satu seloki minuman yang dikonsumsi berarti satu semangat telah bertambah, begitu juga dengan seloki berikutnya.

Hujan deras mengiringi langkah saat meneruskan kembali perjalanan, rintik-rintik hujan yang jatuh membawa artian dinginnya udara bersiap menyerang tubuh, tak mau hal tersebut menghampiri, dayung maju serentak menjadi aba-aba yang sering terdengar disisa perjalanan. Momentum berhenti kali kedua-pun dimanfaatkan dengan maksimal oleh seluruh peserta, tebing yang memiliki tinggi 5 meter menjadi tempat dimana ajang lompat-lompatan secara bergantian dilakonkan.

Semacam selebrasi kemangan, atau kepuasan bisa menginjakkan kaki di kota dengan filosofi hidup Si tou timou tumou tou (Manusia baru dapat disebut manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia). Jalur finish pun telah dilalui meski adrenalin berada di posisi tertinggi. Sembari diselimuti hujan, duduk dalam mobil bak terbuka melenggangkan keinginan untuk sekedar berbagi cerita keseruan versi masing-masing, dan aktivitas kali ini ditutup dengan menyatap pisang goreng dengan cocolan sambal roa yang nikmat tiada dua.

Klik halaman berikutnya untuk membaca dalam Bahasa Inggris. (Next page for English version).

!break!

The rushing stream of Nimanga River, Timbukar Village, Minahasa, North Sulawesi, is genuinely incomparable. While enjoying the opiate of accumulated adrenalin, both eyes were made powerless to enjoy a series of presented scenery. Starting from a high cliff, shady trees to rows of rocks around the river.

“15 people, 9 kilometers, 3 inflatable boats, 2 hours, and a story”