Kisah Asmara Albert Einstein dengan "Lina", Biola Kesayangannya

By , Senin, 6 Februari 2017 | 18:30 WIB

Baca juga: Einstein dan Pesonanya Terhadap Wanita

Pada tahun 1930-an, ia dan Elsa memilih menetap di Princeton, New Jersey, ketimbang pulang kembali ke cengkeraman Nazi di Jerman. Ia mengadakan sesi musik kamar di rumah mereka sendiri tiap Rabu malam. Sesi ini sangat suci: Einstein akan selalu mengatur ulang jadwal kegiatannya untuk memastikan dia menghadiri sesi tersebut.

Pada malam Halloween, ia sering pergi ke luar dan mengejutkan para palaku “trick or treat” dengan alunan biola dadakan. Pada saat Natal, ia akan bermain bersama kelompok penyanyi.

Karena tidak ada rekaman otentik permainan musik Einstein, perdebatan tentang seberapa bagus permainan musiknya terus berlanjut. Salah satu foto menunjukkan kekeliruan Einstein dalam memegang biola yang membuat guru biola mana pun bergidik ngeri

“Ada banyak musisi dengan teknik yang lebih baik, tetapi tak satu pun, saya yakin, yang pernah memainkan dengan ketulusan atau penghayatan yang lebih dalam (dari Einstein).”

Einstein juga dikenal tak bertahan dalam sinkronisasi. Legenda mengatakan bahwa ketika ia melewatkan nada masuk saat bermain dalam kuartet bersama Fritz Kreisler, pemain biola besar itu menoleh ke arahnya dan bertanya, “Ada apa, profesor? Anda tidak bisa berhitung?”

Namun, bukti menunjukkan bahwa Elsa tidak menjadi sentimental karena kualitas permainan Albert. Pada usia 16 tahun, sepupu Elsa tersebut menjalani tes musik di sekolahnya, dan inspektur musik menulis bahwa “seorang siswa bernama Einstein begitu bersinar dalam penampilan penuh penghayatan sebuah adagiao dari salah satu sonata Beethoven.”

Baca juga: Lipatan Rumit di Otak, Rahasia Kejeniusan Albert Einstein

Kemudian, seorang teman menulis, “Ada banyak musisi dengan teknik yang lebih baik, tetapi tak satu pun, saya yakin, yang pernah memainkan dengan ketulusan atau penghayatan yang lebih dalam (dari Einstein).”

Dalam perjalanannya, ia sering membawa Lina untuk bermain musik kamar pada sore hari di rumah seseorang, dan ia juga menjalin banyak persahabatan karena musik. (The New York Times, Redux via National Geographic)

Einstein terus bermain hingga mendekati akhir hayatnya. Hanya ketika tangan kirinya yang menua tak lagi bisa menekan senar-senar, ia meletakkan Lina secara baik-baik. Tetapi, ia tak pernah kehilangan gairahnya terhadap musik.

Dalam profil yang diterbitkan beberapa bulan setelah kematian Einstein pada bulan April tahun 1955, penulis Jerome Weidman mengenang ketika dirinya berada di sebuah pesta makan malam mewah, dan terjebak mendengarkan musik kamar.  Selama jeda, ia mengaku pada pria yang duduk di sebelahnya, bahwa ia hampir bisa dikatakan buta nada.

Baca juga: Dapatkah Musik Memengaruhi Kecerdasan Anak?

“Ikutlah bersama saya,” kata Einstein. Kemudian ia menyeret Weidman yang kecewa itu keluar dari konser dan menuntunnya ke sebuah ruang studi di lantai atas, yang penuh dengan koleksi piringan hitam.