Perubahan Iklim Sebabkan Badai dan Siklon Terbentuk di Tempat Baru

By Maria Gabrielle, Senin, 3 Januari 2022 | 08:00 WIB
Penampakan Badai Hanna di Teluk Meksiko dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). (NASA)

Nationalgeographic.co.id—Badai dan siklon merupakan fenomena cuaca yang disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya suhu permukaan laut, kondisi atmosfer, perubahan kondisi angin dan lain-lain. Biasanya, badai dan siklon hanya terjadi di daerah tropis, baik di utara maupun selatan khatulistiwa. Namun, akibat dari perubahan iklim, hal tersebut dapat berubah di masa depan.

Dilansir dari BBC, para ilmuwan berpendapat kota-kota besar yang terletak di garis lintang tengah seperti Beijing, Tokyo dan New York di masa depan dapat terdampak oleh bencana badai dan siklon. Ya, pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim memungkinkan badai terbentuk di daerah tersebut.

Studi ini telah dipublikasikan pada laman jurnal Nature Geoscience dengan judul Poleward expansion of tropical cyclone latitudes in warming climates. Berdasarkan penelitian, pada akhir abad ke-21, kemungkinan badai akan terbentuk di rentang daerah yang lebih luas. Hal ini sangat tidak biasa mengingat dalam tiga juta tahun, mereka hanya terbentuk di daerah tropis.

Sebelumnya, terjadi badai subtropis Alpha di Portugal pada September 2020 dengan skala kerusakan yang relatif kecil. Bagi para ilmuwan fenomena itu adalah peristiwa yang cukup penting.

"Kami belum pernah mengamati ini sebelumnya. Apa yang terjadi pada waktu itu adalah sebuah badai lintang tengah biasa yang sedang dalam proses 'menghilang'. Ini adalah kondisi yang tepat untuk pembentukan badai tropis dan itu belum pernah terjadi di Portugal sebelumnya," ujar Dr Joshua Studholme, fisikawan dan penulis utama studi ini dari Universitas Yale, Amerika Serikat kepada BBC.

Dia memperkirakan bahwa iklim yang memanas akibat global warming akan menyebabkan pembentukan lebih banyak jenis badai di garis lintang tengah, di mana sebagian besar penduduk dunia tinggal dan di mana sebagian besar kegiatan ekonomi berlangsung.

Dr Studholme juga menjelaskan dengan semakin panasnya dunia, perbedaan suhu antara daerah khatulistiwa dan kutub akan semakin berkurang dan hal ini akan berdampak pada arus udara berkecepatan tinggi atau arus jet (jet stream). Biasanya, arus udara di ketinggian tertentu bertindak sebagai semacam penjaga perbatasan untuk badai, menjaganya lebih dekat ke khatulistiwa.

"Saat iklim menghangat, aktivitas arus jet yang terjadi di garis lintang tengah akan melemah dan dalam kasus ekstrem, akan terpecah. Hal tersebut memungkinkan pembentukan badai semacam ini terjadi," terang Studholme.

Perdebatan mengenai dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia menjadi isu yang tak kunjung selesai. Namun, studi terbaru menunjukan bahwa peran manusia dalam perubahan iklim menjadi lebih jelas.

IPCC atau Intergovermental Panel on Climate Change telah menerbitkan bagian pertama dari laporan penilaian ke-enamnya yang membahas ilmu pemanasan global pada Agustus lalu. Dalam bagian pertamanya disebutkan sehubungan dengan badai dan siklon tropis, para ahli memiliki keyakinan tinggi bahwa bukti manusia menyebabkan perubahan iklim semakin menguat.

"Proporsi siklon tropis yang intens, kecepatan maksimal rata-rata angin siklon tropis dan kecepatan maksimal dari angin siklon tropis yang paling intens akan semakin tinggi dengan meningkatnya pemanasan global," terang IPCC.

Penelitian baru yang dilakukan oleh Dr Joshua Studholme dan tim menggunakan beberapa untaian bukti untuk menunjukkan bahwa siklon dan badai tropis di masa depan kemungkinan akan terjadi dalam rentang yang lebih luas daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim pada Pasokan Produksi Budidaya Makanan Laut

"Apa yang telah kami lakukan adalah memperjelas hubungan antara fisika yang terjadi di dalam badai itu sendiri dan dinamika atmosfer pada skala planet. Ini adalah masalah yang sulit karena fisika ini tidak disimulasikan dengan baik dalam model numerik yang dijalankan oleh komputer modern,” jelasnya.

Kemungkinan, perluasan badai ini menimbulkan bahaya yang signifikan bagi dunia, terutama ketika dampak pemanasan global lainnya ikut mengambil bagian.

Baca Juga: Wahai Anak Muda, Indonesia Menanti Langkahmu untuk Netralitas Karbon