Itulah yang kemudian kita sebut monosodium glutamat dan membuat Kikunae menjadi orang yang sangat kaya. Bumbu berbasis MSG-nya, Ajinomoto, kini ditemukan di hampir semua meja makan di seluruh dunia.!break!
Menguji bahaya MSG
Setelah surat Kwok, hewan dan manusia menjadi sasaran penelitian untuk menguji bahayanya MSG. MSG diberikan kepada objek-objek penelitian dalam dosis besar, baik secara oral maupun intravena.
Peneliti Washington University, Dr John W. Olney, menemukan bahwa menyuntikkan dosis besar monosodium glutamat ke bawah kulit tikus yang baru lahir dapat menyebabkan perkembangan bercak jaringan mati di otak.
Ketika tikus-tikus ini tumbuh menjadi dewasa, mereka mengalami hambatan tumbuh kembang, obesitas dan dalam beberapa kasus, steril.
Baca juga: 7 Jenis Makanan yang Ampuh Menangkal Jerawat
Olney juga mengulangi studi pada bayi-bayi monyet dan mencatat hasil yang sama. Tapi, 19 penelitian lain pada monyet oleh peneliti lain gagal menunjukkan hasil yang sama, bahkan mirip pun tidak.
Penelitian pada manusia juga dilakukan. Dalam satu studi, peneliti memberi MSG dan plasebo kepada 71 orang yang sehat.
Peneliti menemukan, sindrom restoran Cina terjadi pada tingkat yang kira-kira sama, baik pada mereka yang memakan plasebo maupun yang makan MSG.
Dalam upaya untuk mengakhiri polemik, pada tahun 1995, Badan Administrasi Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menugaskan Federation of American Societies for Experimental Biology untuk mencari semua bukti dan memutuskan apakah MSG benar-benar harus dihindari atau tidak.
Sebagai permulaan, panel ahli menolak istilah 'sindrom restauran Cina', karena dianggap merendahkan dan tidak mencerminkan sifat dari gejala.
Mereka memilih istilah 'gejala MSG kompleks' atau ‘MSG symptom complex’ untuk menggambarkan banyak dan beragamnya gejala yang terkait dengan konsumsi MSG.