Betapa batin kita terhenyak lagi mendengar kasus kekerasan seksual pada anak-anak yang dilakukan jaringan online pedofil baru-baru ini. Ternyata, predator seksual tidak hanya ada di lingkungan kita, mereka juga eksis di dunia maya lewat media sosial.
Kasus terbaru adalah terungkapnya kelompok paedofil di grup Facebook untuk bertukar foto dan video porno anak.
Jaringan paedofil ini sudah beranggotakan lebih dari 7.000 orang lintas negara. Kemudahan akses internet mempermudah pemangsa mendapatkan anak-anak sebagai korbannya.
Namun, keprihatinan dan kemarahan saja tidak cukup. Kita juga harus aktif mencari tahu cara melindungi anak-anak kita.
Menurut Anna Surti Ariani, S.Psi, M.Si., Psi., psikolog dari Klinik Terpadu UI Depok dan Klinik Tiga Generasi di Jakarta Selatan, secara garis besar ada dua tahap "kerja" predator seksual yang paedofil yang perlu orang tua pahami.
"Pertama disebut accessing, yaitu mereka mencari akses untuk bisa dekat dengan anak-anak. Bisa dengan cara bekerja di rumah Si Anak, menjadi sahabat orang tuanya, dan lain sebagainya,” kata psikolog yang akrab disapa Nina ini.
“Setelah dekat, mereka akan khusus baik ke anak dengan misalnya sering memberi hadiah tanpa alasan jelas," lanjutnya.
Selain itu, mereka juga pintar mencari cara supaya bisa berduaan dengan anak. Contohnya, menawarkan diri merawat anak saat orangtuanya pergi.
“Atau mengantar anak ke toilet dan orangtuanya dibujuk supaya tidak ikut dengan berbagai alasan, seperti selesaikan saja pekerjaan atau selesaikan makan dulu dan akhirnya membiarkan anak diantar oleh Si Predator," tambah Nina.
Setelah dekat dan bisa berduaan dengan anak, di situlah pintu pelecehan seksual mulai terbuka.
Proses pendekatan yang kompleks dan panjang ini disebut dengan grooming.
Tahap kedua adalah silenting atau menutupi kejadian. Pada tahap ini, pelaku akan meminta atau memaksa anak merahasiakan perbuatan bejatnya dengan dalih macam-macam.
Contohnya, dengan berkata: "Nanti kalau Mama tahu, kamu akan dimarahi dan tidak bisa terima hadiah lagi.".