Perjalanan Panjang di Balik Obat HIV Pertama

By , Rabu, 22 Maret 2017 | 10:00 WIB

Setelah 16 minggu, Burroughs Wellcome mengumumkan mereka menghentikan percobaan karena ada bukti kuat komponen dalam obat bekerja. Dari satu kelompok hanya satu orang meninggal, dan kelompok lain 19 orang.

Obat AZT kemudian dianggap sebagai penemuan besar dan menjadi "cahaya di ujung lorong". FDA kemudian didesak untuk menyetujui obat AIDS ini pada 19 Maret 1987. Sebuah rekor karena prosesnya hanya 20 bulan.

Sayangnya, hasil penelitian itu belakangan diketahui kontroversial. Misalnya, para dokter tidak melakukan cara standar untuk mengatasi efek lain dari AIDS, seperti diare, pneumonia, dan sebagainya. Ada juga pasien yang semuanya diberikan obat aktif, bukan zat gula.

Bila dilihat era sekarang, tentu pemberian persetujuan FDA itu kontroversial. Tetapi, pada masa di mana pilihan terapi AIDS sangat terbatas, dibutuhkan tindakan darurat. Jika ada satu obat yang efektif, walau punya banyak keterbatasan, dianggap sebagai kemajuan.

Harga obat itu juga tidak murah, dibutuhkan sekitar 8000 dollar AS pertahun. Biaya yang tidak murah bagi pasien yang tak ditanggung asuransi.

Setahun kemudian, semakin jelas bahwa tidak ada satu obat tunggal untuk bisa mengatasi HIV. Pasien yang mendapat AZT mulai mengalami peningkatan level virus, namun virusnya sudah bermutasi dan mulai kebal pada obat.

Dibutuhkan obat lain untuk mengatasinya. Belum lagi efek sampingnya pada gangguan jantung atau berat badan. Ini membuat banyak orang frustasi karena semua hal yang didesain untuk melawan virus HIV sepertinya toksik.

Saat ini, ada beberapa kelas obat HIV, masing-masing didesain untuk menghambat virus pada satu titik spesifik di siklus hidupnya.

Dengan kombinasi obat, kemungkinan virus bisa ditekan semakin besar, sehingga kemampuannya untuk memperbanyak, menginfeksi, dan menyebabkan kematian, semakin rendah.

Obat-obatan yang disebut sebagai anti-retroviral (ARV) tersebut memungkinkan orang yang terdiagnosis HIV hidup produktif dan relatif sehat, selama mereka rutin mengonsumsi obat.