“Butuh waktu sekitar satu atau dua bulan hanya untuk menyatukan pandangan. Kami berkompromi banyak hal tentang dua disiplin ilmu yang berbeda,” kata Zulfa yang juga merupakan dosen di Universitas Negeri Semarang (UNNES).
Zulfa menuturkan, kendala utama dalam pementasan ini yaitu pemain teater tak memiliki dasar-dasar keahlian bermain sulap. Begitu pun sebaliknya, para pesulap yang tak biasa bermain peran, harus berlatih mengatur mimik wajah, intonasi suara, dan berakting. Kesulitan ini, pada akhirnya bisa diatasi dengan memperbanyak latihan.
Perkara musik pengiring, Zulfa mengajak rekannya sesama dosen UNNES, Hafid Zuhdan Bahtiar, untuk berkolaborasi. “Kami menggabungkan musik tradisi dan modern, instrumennya ada gamelan jawa dan bali, sindennya juga khas Jawa dengan sedikit sentuhan Bali. Tapi karena terkendala jumlah personel, instrumen musik yang dibawa pada saat pertunjukan berupa instrumen modern, musik tradisi hanya dalam bentuk sampling,” kata Hafid.
Roro Sendari merupakan pementasan teater-sulap pertama yang dilakukan oleh Semarang Magic Community (SMC). SMC merupakan salah satu komunitas seni yang terpilih di program Ruang Kreatif: Bincang Seni Pertunjukan Indonesia yang diselenggarakan oleh Galeri Indonesia Kaya di bawah naungan Bakti Budaya Djarum Foundation.
“Seni ini sering diidentikkan dengan klenik, jin, dan syirik. Melalui pertunjukan semacam ini, semoga seni misteri semakin dihargai sebagai sebuah seni, bukan takhayul.”
Ruang Kreatif merupakan program edukasi seni pertunjukan yang mencakup teori dan praktek dalam proses pembuatan seni pertunjukan yang didampingi oleh tiga orang mentor yaitu Yudi Ahmad Tajuddin, Eko Supriyanto dan Garin Nugroho. Bersama sembilan kelompok terpilih lainnya, SMC mendapatkan pelatihan dari para mentor seni pertunjukan Indonesia dan berkesempatan tampil di Galeri Indonesia Kaya.
“Pementasan yang memadukan antara sulap dan teater ini diharapkan mampu memberikan pemahaman bagi generasi muda mengenai proses dan perkembangan kebudayaan sehingga mampu membangun sebuah pertunjukan yang unik dan penuh dengan kisah moral,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Dengan pengemasan yang unik dan segar, Zulfa berharap masyarakat dapat lebih mengapresiasi seni misteri. “Seni ini sering diidentikkan dengan klenik, jin, dan syirik. Melalui pertunjukan semacam ini, semoga seni misteri semakin dihargai sebagai sebuah seni, bukan takhayul,” pungkasnya.