Upaya Memberantas Daging Jube di Madura dengan Pendekatan Budaya

By , Jumat, 7 April 2017 | 16:00 WIB

Kedudukan tinggi kiai dalam struktur sosial etnis Madura, memang telah termaktub dalam falsafah hidup yang mereka pegang teguh: “Bhuppa’ Bhâbhu’ Ghuru’ Rato’”. Makna sederhananya, orang madura harus patuh dan hormat kepada Bhuppa’ (Bapak), Bhâbhu’ (Ibu), Ghuru’ (pendidik/kiai/ulama) dan Rato’ (keraton/pemerintahan).

Meski di satu sisi ucapan kiai menimbulkan persepsi yang keliru, namun di sisi lain, ketakziman masyarakat Madura kepada para kiai bisa dimanfaatkan sebagai pintu masuk untuk memberantas kusta di Madura. Para peneliti berpendapat, jika diberi pemahaman yang tepat soal penyakit kusta, kiai bisa menjadi perantara untuk mengedukasi masyarakat . 

"Masyarakat percaya sekali pada kiai. Tentunya kiai harus diperankan, berikan peran kepada kiai untuk memberi pemahaman kepada masyarakat tentang penyakit daging cube'," ujar Turniani.

Pendekatan dengan memperhatikan nilai-nilai budaya semacam ini dipandang lebih efektif ketimbang melalui pendekatan logis dan rasional. Dalam forum yang sama, Kepala Balitbangkes, Siswanto, mengatakan bahwa mengubah perilaku masyarakat penting dilakukan melalui pendekatan budaya masyarakat lokal.

“Jika langsung dilakukan secara umum tanpa memperhatikan budaya setempat, bisa jadi akan terjadi penolakan dan sulit mengubah perilaku masyarakat,” ucapnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pamekasan, Ismail Bey, mengungkapkan bahwa hasil riset ini, sedikit banyak telah diterapkan dalam program pemberantasan kusta di Pamekasan atau dikenal dengan nama Pamekasan Eliminasi Kusta (PELITA).

"Kami berupaya memberikan penanganan sedini mungkin, agar penderita tidak sampai menderita kecacatan," imbuh Ismail.

"Kami lakukan advokasi kepada masyarakat dengan melibatkan beberapa komponen masyarakat, seperti yang telah disebutkan tadi, “Bhuppa’ Bhâbhu’ Ghuru’ Rato’”. Guru itu bisa guru formal atau kiai," katanya.

Petugas Dinkes juga dikerahkan untuk mencari dan menemukan penderita kusta dengan terjun langsung ke desa-desa. Penderita kusta yang terdata kemudian diobati, dan direhabilitasi jika perlu. 

"Kami berupaya memberikan penanganan sedini mungkin, agar penderita tidak sampai menderita kecacatan," imbuh Ismail.

Ismail menyatakan, dengan adanya program PELITA ini, Pemerintah Kabupaten Pamekasan melalui Dinkes bertekad agar Pamekasan bisa bebas kusta pada 2019 mendatang.