Eksperimen Berhasil, Akankah Transplantasi Kepala Jadi Kenyataan?

By , Rabu, 21 Juni 2017 | 19:00 WIB

Ketika Sergio Canavero, seorang ahli bedah syaraf dari Italia, mengklaim bahwa dia akan bisa melakukan transplantasi kepala manusia pada tahun 2015, tidak sedikit yang meremehkannya dan mengira dia sedang mengada-ada.

Canavero juga tidak dianggap serius ketika dia mengklaim telah memotong dan menyambungkan kembali sumsum tulang belakang seekor anjing, walaupun kurang dari setahun kemudian, dia memublikasikan sebuah makalah yang merinci bagaimana ia membuat sekelompok tikus menjadi berkepala dua.

Kini, Canavero, melalui studi yang dipublikasikannya dalam jurnal CNS Neuroscience and Therapeutics Volume 23 pada 14 Juni 2017, mengumumkan bahwa dia telah berhasil memutuskan sumsum tulang belakang dari beberapa tikus dan menyambungkannya kembali menggunakan campuran spesial yang disebutnya sebagai “lem”.

Kepada Newsweek, Canavero berkata bahwa eksperiman terbarunya merupakan lompatan ke depan menuju transplantasi kepala manusia pertama di dunia. “Para kritikus berkata bahwa sumsum tulang belakang tidak bisa dipulihkan sehingga transplantasi kepala manusia tidaklah mungkin, tetapi pemindaian menunjukkan bahwa sumsum tulang belakang ternyata dapat dipulihkan,” ucapnya.

Untuk eksperimennya kali ini, Canavero menggunakan sejenis plastik yang disebut polyethylene glycol (PEG) untuk meyambungkan sumsum tulang belakang tikus. Plastik tersebut sebenarnya pernah digunakan oleh para ahli bedah dalam serangkaian percobaan yang dilakukan pada tahun 1930-an dan 1940-an untuk menyambungkan sumsum tulang belakang anjing dan membuatnya berkepala dua.

Hal itu merupakan apa yang Canavero klaim telah dilakukannya pada April ini ketika dia menggambarkan proses pemasangan kepala tikus rumah ke tubuh tikus got. Ia mengulangi prosedur tersebut kepada beberapa hewan lain dan membuat serangkaian tikus berkepala dua yang hidup rata-rata selama 36 jam.

Dalam persiapannya untuk eksperimen tikus terakhirnya, Canavero juga melakukan apa yang dia sebut sebuah prosedur “pembuktian konsep” pada seekor anjing. Dia memutuskan sumsum tulang belakang anjing kemudian menyambungkannya kembali – salah satu hambatan utama untuk menyelesaikan prosedur transplantasi kepala pada manusia. Namun, ia tidak mempublikasikan secara detail berapa lama anjing itu dapat bertahan hidup.

Kini, dalam publikasi terbarunya, Canavero menjelaskan bahwa dia memotong sumsum tulang belakang tikus dan mengoleskan larutan garam pada permukaan luka untuk menghentikan pendarahan. Sembilan tikus di antaranya kemudian diobati dengan PEG dan lukanya ditutup, sementara enam tikus sisanya hanya diobati dengan larutan garam. Kedua grup tikus juga diberikan antibiotik setelah prosedur pembedahan selama 72 jam.

Canavero menulis bahwa hewan pengerat yang menerima PEG memulihkan fungsi motorik mereka dan mampu berjalan setelah 28 hari. Namun, tikus-tikus itu hanya bertahan selama satu bulan dan satu tikus di antaranya mati lebih awal.

Meski demikian, menjaga hewan dalam eksperimennya untuk tetap hidup bukanlah tujuan Canavero. Dia berkata bahwa tujuan akhirnya adalah menyempurnakan teknik transplantasi kepala manusia untuk menyelamatkan nyawa pasien.

Namun, sayangnya para ahli masih meragukan Canavero dan keberhasilan transplantasi kepala. Mereka menemukan setidaknya lima rintangan utama yang harus dihadapi oleh Canavero jika ahli syaraf bedah itu benar-benar serius ingin mentransplantasi kepala manusia:

1. Menjaga Kepala yang terputus untuk tetap hidup

Dalam berbagai transplantasi, organ donor harus dijaga tetap hidup sampai dapat ditempatkan ke dalam tubuh penerima. Sebab, begitu dilepaskan dari tubuh, organ manusia langsung memulai kematiannya. Oleh karena itu, dokter harus mendinginkan organ untuk mengurangi jumlah energi yang dibutuhkan agar sel tetap hidup.