Instagram Jadi Media Sosial Paling Buruk bagi Kesehatan Mental

By , Jumat, 14 Juli 2017 | 16:00 WIB

Instagram, aplikasi untuk berbagi foto, dianggap sebagai media sosial yang paling buruk bagi kesehatan mental dan jiwa. Begitu kesimpulan survei terhadap 1.500 remaja dan orang dewasa muda di Inggris.

Walau media sosial ini banyak disukai karena bisa menjadi platform untuk menampilkan ekspresi diri, namun Instagram juga berkaitan dengan tingkat kecemasan yang tinggi, depresi, bullying, dan FOMO (fobia ketinggalan berita di jejaring sosial).

Dari 5 media sosial yang dimasukkan dalam survei ini, YouTube mendapat nilai tertinggi untuk kesehatan dan kesejahteraan mental. Aplikasi berbagi video ini juga satu-satunya yang mendapat nilai positif dari para responden.

Baca juga: Secangkir Teh Bisa Membuat Kita Lebih Kreatif

Twitter berada di urutan kedua, diikuti oleh Facebook, kemudian Snapchat, dan terakhir Instagram.

Suvei #StatusOfMinde yang dipublikasikan oleh United Kingdom's Royal Society for Public Health ini melibatkan masukan dari 1.479 orang muda (usia 14-25) dari seluruh Inggris Raya.

Survei dilakukan pada Februari - Mei 2017. Para responden menjawab pertanyaan tentang perbedaan dari pengaruh sosial media pada 14 isu yang terkait dengan kesehatan fisik dan mental.

Tak dipungkiri ada beberapa manfaat dari jejaring sosial. Hampir semua media sosial itu mendapat nilai positif dalam hal menunjukkan ekspresi diri, identitas diri, membangun komunitas, dan juga dukungan emosional.

YouTube juga mendapat nilai tinggi untuk memberi kesadaran pada banyak orang mengenai pengalaman menyehatkan karena mampu menyediakan akses pada informasi kesehatan terpercaya. Selain itu, YouTube juga dianggap dapat menurunkan level depresi, kecemasan, dan kesepian.

Di lain pihak, ditemukan sisi negatif dari lima platform media sosial itu, terutama menurunnya kualitas tidur, bullying, citra tubuh, dan FOMO. Tidak seperti YouTube, keempat media sosial lainnya terkait dengan meningkatkan depresi dan kecemasan.

Penelitian sebelumnya menyebutkan, orang muda yang menghasikan waktunya lebih dari dua jam sehari untuk berselancar di media sosial cenderung mengalami tekanan psikologis.

"Sering melihat teman atau orang yang selalu bepergian atau bersenang-senang, bisa membuat orang muda merasa ketinggalan karena orang lain seperti sedang menikmati hidup. Perasaan ini akan membuat mereka selalu membandingkan dan merana," tulis hasil survei itu.

Media sosial juga bisa memberi harapan yang tidak realistik dan menciptakan perasaan ketidakcukupan serta kepercayaan diri rendah.