"Dua hewan ini bisa menggunakan seluruh tangan dan kakinya untuk bertenger seperti kelelawar, dan bahkan sangat mungkin mereka menghabiskan waktu dengan bergelantungan di dahan pohon seperti lemur terbang modern," tuturnya.
Dari darat hingga ke udara
Dua mamalia peluncur ini termasuk dalam 10 spesies sejenis yang diketahui hidup di area ini selama era Jurasik. Keberagaman tersebut berarti ada banyak ruang ekologi yang bisa mereka tempati.
Misalnya, fosil-fosil baru ini menujukkan gigi yang terawetkan dengan baik, memberikan kesempatan langka bagi para peneliti untuk meneliti kebiasaan makan hewan peluncur kuno ini.
"Vilovolodon memiliki mahkota gigi yang sangat kompleks," kata Luo. Ia menjelaskan bahwa mahkota itu cocok dengan gigi geraham penuh seperti yang ditemukan pada tupai pemakan biji modern. Sedangkan gigi Maiopatagium, jauh lebih sederhana, yang artinya hewan ini lebih cenderung memakan buah-buahan lunak.
"Mereka berdua memang sama-sama hewan peluncur, tetapi berbeda dalam metode makan," kata Luo. Kedua spesies ini juga memiliki tubuh yang sangat berbeda. Maiopatagium lebih dekat ukurannya dengan tupai modern, sementara Vilevolodon berukuran lebih besar.
Secara keseluruhan, sifat-sifat dari fosil hewan peluncur ini tampaknya mendukung hipotesis bahwa kelompok mamalia yang berbeda mengikuti pola evolusioner yang sama: mulai dari hidup di tanah, berubah menjadi pemanjat pohon, kemudian menjadi hewan peluncur. Tikus modern dan tupai terbang mengikuti pola ini, bersama dengan marsupial Australia seperti sugar glider.
"Di hutan jurasik, kelompok ini secara independen mengembangkan jenis gerak seperti mamalia hidup lainnya yang juga meluncur," jelas Meng.
"Mamalia mulai bereksperimen dengan jenis penggerak berbeda sejak masa yang sangat awal," pungkasnya.