Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) hanya dapat ditemukan di ujung paling barat Pulau Jawa, di habitat hutan hujan tropis di Taman Nasional Ujung Kulon di Pandeglang, Banten. Dahulu tidak demikian. Memang ada banyak spesies yang secara alamiah wilayah jelajahnya tak luas, tapi badak Jawa dahulu mendiami sebagian besar Asia Tenggara.
Kini perubahan lanskap, hilangnya habitat, dan perburuan telah mengurangi jumlah mereka menjadi sangat sedikit. Badak Jawa yang terakhir diketahui ada di daratan Asia dibunuh pada 2009. Sekarang badak Jawa terdaftar sebagai binatang yang terancam punah oleh International Union for the Conservation of Nature (IUCN), organisasi internasional di bidang konservasi alam.
Meningkatkan populasi binatang liar yang jumlahnya sudah sangat sedikit amatlah sulit. Populasi dengan jumlah kecil tumbuh sangat lambat bahkan dalam kondisi terbaik. Penurunan jumlah hewan yang kecil saja karena perburuan, penyakit atau faktor lain, merepresentasikan proporsi yang relatif besar dari keseluruhan populasi.
Menghitung jumlah populasi yang kecil dan mencatat karakter distribusi mereka secara tepat juga sangat sulit. Sering, informasi kritis ini tidak diketahui dengan baik, yang membuat ilmuwan kesulitan untuk menelusuri populasi dan mengevaluasi apakah tindakan mereka memiliki dampak positif. Meski demikian, ilmuwan dan pemerintah Indonesia sedang menyiapkan rencana untuk menyelamatkan spesies yang dalam bahaya kepunahan ini.
Mengapa menghitung badak begitu sulit?
Garis keturunan badak telah bertahan selama 50 juta tahun melalui periode es dan serangan binatang purba, seperti “anjing-beruang” (Hemicyon sansaniensis). Badak memegang peran penting dalam struktur ekosistem. Badak Jawa menciptakan habitat yang unik di dalam hutan hujan dengan menyebarkan benih, menciptakan kubangan lumpur, dan membuang tanaman yang tumbuh di bawah bayang-bayang kanopi hutan hujan (understory plants) dalam jumlah yang besar. Kehilangan badak Jawa berarti hutan akan berkurang sifat keragamannya.
Meski hampir seabad lamanya penelitian tentang badak telah dilakukan, pengetahuan kita soal badak Jawa tetap relatif sedikit. Pada 1937, estimasi pertama soal populasi badak di Ujung Kulon adalah antara 20 hingga 25 ekor. Sejak itu, setidaknya 36 survei populasi untuk menghitung jumlah badak telah dilakukan, tapi sebagian besar gagal menghasilkan data yang tepercaya untuk jumlah seluruh populasi atau untuk menyediakan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mendorong pola penyebaran mereka di dalam taman nasional.
Badak Jawa mengembara di wilayah hutan hujan yang padat, berawa-rawa, dan luas. Peneliti jarang melihat mereka. Kami malah menemukan jejak dan kotoran. Ini membantu kami memahami habitat tempat badak hidup. Namun, jejak dan kotoran bukan indikator yang baik untuk ukuran populasi. Para ilmuwan sempat mencoba menempatkan perangkap kamera untuk menangkap gambar badak, tapi tanpa gambar dengan kualitas tinggi sulit untuk membedakan antara badak satu dan badak lainnya.
Video badak Jawa dari perangkap kamera di Taman Nasional Ujung Kulon, Pandeglang, Banten.
Selama empat tahun terakhir, saya bekerja sebagai penasihat sains. Saya bekerja bersama peneliti dan ahli biologi dari World Wide Fund For Nature Indonesia dan Amerika Serikat, ahli biologi Taman Nasional Ujung Kulon, Global Wildlife Conservation, dan lembaga swadaya masyarakat YABI untuk menciptakan strategi pemantauan badak Jawa yang bernas dan akurat.
Bergerak dari usaha-usaha yang sudah dilakukan di masa lalu, rekan-rekan saya mengembangkan pendekatan sistematis untuk menempatkan perangkap kamera di wilayah habitat badak di Taman Nasional Ujung Kulon. Ahli biologi lapangan masuk ke wilayah hutan hujan yang sangat rimbun untuk memasang kamera di 178 lokasi. Setiap kamera diatur untuk merekam klip video berkualitas tinggi dari binatang apa pun yang lewat. Biasanya, ahli biologi jarang beruntung melihat satu saja dari badak-badak ini. Namun, kerja keras menjaga kamera beroperasi selama satu tahun berhasil mengumpulkan 36.104 klip video, 1.660 di antaranya mengandung klip video badak.
Dalam proyek ini, peran saya adalah mengembangkan metode statistik yang bernas bersama para ahli biologi. Menggunakan data video kami menggunakan metode statistik ini untuk menghasilkan estimasi ukuran populasi dan penyebaran. Namun, pertama-tama kami harus memastikan bahwa satu per satu badak yang terekam di video dapat diidentifikasi secara pasti.
Kami membentuk tiga tim yang independen dari satu sama lain untuk mengidentifikasi badak dan membandingkan hasilnya. Ini menjadi proses identifikasi multi-langkah yang menggunakan ciri morfologi, seperti jenis kelamin, bentuk dan posisi cula, lipatan kulit di sekitar mata, lipatan kulit di leher, dan bekas luka.