Habitat Dirusak, Biawak Air Bertransformasi menjadi Kadal Raksasa

By , Senin, 30 Oktober 2017 | 18:00 WIB

Danny Benasip, Author provided

Terdapat kecenderungan yang konsisten: makin rusak tanahnya, makin banyak biawak air yang kami temukan, jumlah mereka berkurang seiring kami menjauh dari perkebunan menuju hutan yang tidak tersentuh. Musang Melayu adalah satu-satunya mamalia asli yang kami temukan di samping biawak air di perkebunan sawit, dan bahkan spesies ini pun memilih lokasi hutan dengan kualitas lebih tinggi.

Mengapa kiranya kadal nyaman berada di perkebunan?

Biawak air Asia Tenggara (Varanus salvator macromaculatus) awalnya berevolusi di hutan bakau kawasan tersebut, dan sebagian besar tidak berubah selama 17 juta tahun. Mereka utamanya beradaptasi untuk kehidupan di dalam dan sekitar air. Moncong mereka panjang dengan lubang hidung yang tinggi diujungnya untuk bernafas selagi menyelam. Ekor mereka panjang dan bekerja sebagai sistem propulsi air yang sempurna. Ketika biawak merasa terancam, ekornya berubah menjadi gada kuat bergerigi, yang membuatnya makin berbahaya.

Bagi warga desa di Borneo, biawak air memiliki reputasi buruk sebagai pemakan bangkai dan hama. Namun kebanyakan dari mereka sebenarnya adalah pemburu ulung. Mata mereka beradaptasi untuk mendeteksi gerakan. Cakar mereka membuat mereka bisa memanjat dan mencengkeram mangsa. Dan punya 60 gigi bergerigi menghadap belakang, yang berevolusi untuk menyebabkan pendarahan dan robekan dalam pada mangsanya.

Baca juga: Sebelum Berinteraksi dengan Orang Utan di Habitat Asli, Simak Dulu Panduannya