Akhir November, Presiden Jokowi Bakal Tengok Orangutan Tapanuli. Apa Persiapannya?

By , Senin, 30 Oktober 2017 | 22:30 WIB

“Saya harus cek dulu ke lapangan. Pastinya, kita akan ke depankan dialog dengan para pihak. Semuanya, kita ajak bicara. Mulai dari masyarakat, pemerintah daerah, peneliti. Jadi, saya harus cek ke lapangan dulu,” Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menukas pertanyaan wartawan yang tiada henti.

Ia yang dikelilingi oleh sejumlah jurnalis dari berbagai media justru membuka tantangan kepada para penanyanya. “Kalian nanti ikut saya ya (untuk cek kondisi lapangan).” Beberapa di antara jurnalis, terlihat semringah. Tapi, tak sedikit juga yang hanya diam.

Wiratno menjadi tokoh sentral buat para pencari informasi tadi. Dia baru saja menghadiri acara jumpa pers tentang penemuan spesies baru dalam keluarga orangutan Indonesia: orangutan tapanuli. Acara yang berlangsung di lobi utama Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, (04/11) mendapat perhatian dari sejumlah kalangan, mulai dari peneliti, pelaku konservasi, hingga jurnalis.

“Saya harus cek lapangan, sebab kita belum bisa ambil keputusan apa-apa (kalau belum cek lapangan). Yang pasti, berita ini adalah penemuan besar,” kata Wiratno. Lalu, ia menambahkan, “cek lapangan ini juga sekaligus melaporkan perkembangan kepada Pak Presiden (Joko Widodo). Dalam waktu dekat, Pak Presiden ingin cek ke lapangan. Jadi, saya harus segera ke sana (Batang Toru).”

Kapan Presiden Jokowi ke lapangan?

“Bulan November inilah. Makanya, saya harus cepat ke sana,” tukas Wiratno tanpa mau memberikan waktu spesifik kunjungan kepala negara untuk menengok kerabat baru dari keluarga kera besar di dunia itu.

Kalau menelusuri agenda Presiden Jokowi, sebetulnya, kita bisa dapat ancar-ancar kunjungan tadi. Jokowi bakal menghadiri pesta pernikahan putrinya, Kahiyang Ayu dengan Bobby Nasution, pada 24 - 26 November. Artinya, masih dalam agenda ke ibu kota Sumatra Utara itu, Jokowi bisa sekalian "blusukan" ke Tapanuli buat melihat langsung orangutan tapanuli di Batang Toru. 

Kunjungan ke kawasan hutan dalam Daerah Aliran Sungai Batang Toru di Tapanuli, Sumatra Utara, buat Wiratno bukanlah sebuah perjalanan tamasya. Sebab, di situ dia bakal menjalankan sejumlah agenda: dialog para pihak, periksa kawasan hutan, hingga melihat ancaman yang ada. Lalu, ia kembali melontarkan ajakan kepada jurnalis untuk mengikutinya ke Batang Toru.

Orangutan tapanuli yang menjadi spesies ketiga dalam keluarga kera besar di Indonesia ini memiliki perbedaan fisik yang jelas dengan dua kerabatnya. Para peneliti mengkhawatirkan populasi orangutan tapanuli yang dijumpai di Ekosistem Batang Toru, Kabpuaten Tapanuli, Sumatra Utara. Jumlahnya, tak lebih dari 800 individu dalam kelompok populasi yang terpecah-pecah. (Tim Laman/National Geographic)

Menurut Wiratno, sejak 1997 sudah ada 70 kegiatan penelitian yang digelar di Ekosistem Batang Toru. Penelitian pertama kali dilakukan oleh Erik Meijerd, peneliti asal Belanda yang melakukan survei kawasan hutan yang menjadi tempat tinggal orangutan. Wiratno sendiri tak asing dengan kawasan Batang Toru. Maklum, sekitar tahun 2006 – 2008, Wiratno ikut mengawasi penelitian orangutan yang ada di sana.   

Buat saya, sosok Wiratno bukanlah pribadi yang asing. Saya tak akan berpikir dua kali terhadap tawaran menggiurkan itu. Malah saya bertanya dalam hati, apa mungkin para jurnalis di hadapan Wiratno itu mampu mengimbangi kelincahan Sarjana Kehutanan Universitas Gadjah Mada itu?

Mengikuti jejak Wiratno di “ekosistem”-nya bukan perkara gampang. Ia lincah, mandiri, dan tak terlampau suka birokrasi yang rumit dan bertele-tele. Saya pertama kali mengenalnya saat Wiratno masih bertugas di Conservation International Indonesia pada 2002.  Dalam organisasi nonpemerintah yang mengurusi perlindungan alam Indonesia itu, kemampuan manajerial dan lapangan Wiratno telah terbukti. Ia selalu terjun ke sejumlah wilayah hutan dan membuat rekomendasi kebijakan berdasarkan data lapangan.

Ia juga gemar bercerita sembari bergurau. Sewaktu bekerja di kawasan hutan itu, Wiratno makin karib dengan siapa saja. Ia juga senang mendokumentasikan pengalamannya bekerja untuk pelestarian alam Indonesia ke dalam tulisan. Tercatat ada puluhan judul buku yang telah diterbitkan, hasil dari kesenangannya merenung hingga jelang subuh bersama kopi hitam.

Selepas dari lembaga itu, Wiratno mencatat sejumlah prestasi penting saat memimpin Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser. Dalam kawasan lindung paling utara Sumatra ini terdapat empat spesies endemik penting Bumi Andalas: gajah, badak, orangutan, dan harimau. Tapi, tantangannya juga begitu massif. Salah satunya, perambahan dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Wiratno berani ambil keputusan dan terobosan.