Jelajah Tanah Jawa untuk Berlatih Eksplorasi Migas Kita

By , Rabu, 26 Oktober 2016 | 06:35 WIB

Pagi terburu-terburu datang. Seusai sarapan, panitia dan peserta bersiap dan memeriksa keperluan penjelajahan ke situs pertama, yakni Desa Dowan di Kabupaten Rembang. Di sana, kami akan menjumpai batuan besar yang diapit jalan dan rumah warga.

Saya merasa beruntung bisa mengikuti tim eksplorasi Pertamina Hulu Energi dalam kerja lapangan bertajuk “Unravel Petroleum System of Rembang Zone” di wilayah Cepu, Blora, dan sekitarnya. Kegiatan yang berlangsung pada 23 – 26 Oktober itu diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana seorang geosains meng­interpretasikan batuan bawah permukaan melalui singkapan yang ada di permukaan.

Begitu lancarnya arus lalu lintas ditambah suasana field trip yg berbau liburan, kami lupa bahwa harini Senin. Itu pun teringat saat melihat anak-anak berseragam putih merah.

Kanan kiri jalan diapit jejeran pohon jati. Rusalida Ragunwati, Senior Manager Exploration Asset Management Non Operator Pertamina Hulu Energi ini iseng bertanya kepada Adi Gunawan, Senior Analyst Exploration Asset Management Pertamina Hulu Energi.

"Banyak pohon jati gini, ada makanan yang dibungkus pohon jati enggak, Gun?"

"Ada, Bu. Pecel," jawab Gugun, sapaan akrab Adi Gunawan.

Tak hanya cuma sebagai pembungkus makanan, tanaman jati juga memberikan sumber mata pencaharian bagi warga Cepu lewat produksi furnitur skala rumahan.

Penjelajahan kecil ini pun terus berlanjut.

Di Situs Paciran, Jawa Timur, ahli geologi dan geofisika mengamati batu karang besar, yang menjadi reservoir minyak dan gas bumi. Namun, mereka harus menelitinya lebih jauh melalui penelitian mendalam. (Yul Prasetyo)
!break!
Persiapan kegiatan latihan lapangan untuk eksplorasi minyak dan gas bumi. Saat ini, kegiatan eksplorasi belum lagi berhasil menemukan cadangan minyak dan gas bumi dalam jumlah besar di bumi Nusantara. (Novian Kusmana)

Saya menjumpai Nawawi Luthfi, Senior Manager Regional Subsurface Assestment. Nawawai menilai fieldwork atau kegiatan lapangan Divisi Eksplorasi Pertamina Hulu Energi ini berbeda dengan fieldwork lainnya. Kegiatan lapangan ini dibuat dengan konsep dasar nan sederhana: dari kita, untuk kita, oleh kita.

Nawawi menyebutkan, semua proses terkait fieldwork ini diatur oleh Divisi Eksplorasi PHE; mulai dari usulan lokasi tujuan (beserta kesinambungannya dengan visi fieldwork), survei lokasi, waktu keberangkatan, dan sejumlah persiapan teknis lainnya.

Nawawi mengatakan, dengan konsep semacam ini, semua peserta terlibat. "Pintar bersama-sama."

Namun, Nawawi tak menampik bahwa konsep fieldwork ini menyisakan sedikit kekurangan. Fieldwork yang diurus oleh pihak luar dan mengundang narasumber dari luar bisa jadi memberikan penjelasan lebih banyak dan lebih dalam. Sebab narasumber yang diundang pastinya yang memiliki latar belakang pendidikan dan penelitian terkait situs yang dituju peserta.

Terlebih lagi jika narasumber tersebut memiliki karya tulis ilmiah yang telah diakui lewat publikasi. Meski begitu, Nawawi pun mengakui jika mengundang narasumber darj luar, belum tentu semua peserta menyerap pemahaman secara optimal.

Eko Rudi Tantoro, Senior Manager Exploration Operation Pertamina Hulu Energi, menambahkan, jika mengundang narasumber dari luar, bisa jadi hanya sebagian peserta yang benar-benar serius mengikuti pemaparan.

Dalam kegiatan lapangan, para ahli ilmu bumi selalu melakukan diskusi yang menarik untuk membahas hasil observasi. Di sinilah terjadi perbincangan menarik antara ahli senior dan yunior dalam menyampaikan pandangannya. (Yul Prasetyo)

Di perjalanan, Nawawi juga berbagi soal eksplorasi minyak di Indonesia. Eksplorasi minyak memang selalu dibayang-bayangi risiko. Dulu, eksplorasi minyak bisa dibilang lebih "berani" mengambil risiko. Namun kini, eksplorasi minyak oleh PT Pertamina (persero) sangat diharapkan memiliki persentase kegagalan seminimal mungkin, sehingga bisa dibilang tekanannya cukup tinggi; perhitungan tim eksplorasi harus sangat presisi. Keketatan ini bertujuan untuk mengurangi lost cost yang tinggi.

!break!
Diskusi dalam kegiatan lapangan selalu berlangsung menarik. Sebab, dalam perbincangan ini melibatkan ahli geosains senior dan yunior yang akan menghasilkan ragam kesimpulan awal. (Yul Prasetyo)

Sesampainya di lokasi pertama, terik matahari yang kuat dan jalan menanjak tak mengendurkan antusias peserta mengamati situs di Dowan. Sebagai panitia, Gugun mengarahkan peserta untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang nantinya akan didiskusikan.

Gugun mengatakan, target panitia di situs pertama ini yakni peserta bisa menjawab jenis batuan yang bertengger kokoh di tiga sisi; dua di pinggir jalan, dan satu di tengah jalan. Batuan yang berada di Dowan merupakan batuan beku intermediate Sebagaimana batuan beku, pastilah ia merupakan bentukan dari aktivitas vulkanik.

Desa Dowan ini berdekatan dengan Gunung Muria di sebelah barat Rembang, yang secara administratif berada di tiga kabupaten, yakni Kudus, Jepara, dan Pati. Dirunut ke bawah lagi, batuan beku ini berjenis andesit. Hal itu dapat dilihat dari warna batu yang gelap, dengan mineral dominan silika. Batuan ini bisa digunakan sebagai tambahan bahan pengerasan jalan, dan produk yang menggunakan bahan kaca seperti gelas.

Ahli geologi dan geofisika memang harus terus menjelajah. Sebab, kegiatan yang sudah dilakukan ras manusia sejak lahir ini memberikan cakrawala baru terhadap kehidupan. Dari situlah, alam dapat kita manfaatkan untuk kepentingan khalayak. (Yul Prasetyo)

Gugun menunjuk ke salah satu singkapan dengan permukaan berongga kecil. Ia menjelaskan bahwa rongga-rongga kecil tersebut terbentuk karena lava pijar yang mengalir mengalami proses pendinginan. Ia menganalogikannya dengan air yang mendidih. Sama seperti lava pijar yang mendidih dan membeku sehingga membentuk batuan berongga.

Satu singkapan yang berada di jalan dibiarkan begitu saja saat pembuatan jalan karena sifatnya yang sangat keras sehingga tak bisa dihancurkan. Menurut Fian, bisa saja lama-kelamaan batu hancur, baik akibat pelapukan maupun aktivitas manusia, tapi ia memperkirakan hal tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama, mungkin ratusan tahun.

Kini banyak tempat main dan belajar ahli geosains yang semakin terdesak oleh permukiman dan pembangunan. Salah satunya, situs batuan di Desa Dowan, yang termasuk wilayah Rembang, Jawa Tengah. (Yul Prasetyo)
!break!
Pemakaian alat geofisika untuk menunjang penelitian dan kegiatan lapangan para ahli imu bumi. (Yul Prasetyo)

Di situs pertama ini, kawan-kawan dari UGM mulai bergabung. Muhammad Nur Januar, mahasiswa Geofisika UGM, mempersiapkan dan memandu peserta menggunakan alat geofisika berupa gravitimeter. Penggunaan alat ini bertujuan untuk mengetahui berat jenis dan karakter magnetik batuan di area pengukuran. Dalam skala regional, metode ini berguna untuk tahap awal eksplorasi migas.

Menurut Januar, dalam konteks pengamatan dasar seperti ini, penggunaan alat geofisika untuk mengamati batuan minimal dilakukan tiga kali untuk satu titik, guna mendapatkan hasil yang mendekati valid. Penggunaan alat geofisika ini juga terikat pada waktu pengamatan dan tinggi alat dari bidang tanah. Untuk mendapatkan hasil "akhir", perlu dihitung lagi dengan sejumlah koreksi karena sifat alat yang cukup sensitif terhadap noise di sekitar, seperti getaran, dan pemakaian yang berulang kali, terutama gravitimeter ini yang mengandung pegas (semakin lentur jika digunakan berulang kali).

Setelah setengah jam berada di situs pertama, Arieffian Eko Kurniawan (ketua kegiatan) dan Gugun mengarahkan peserta untuk kembali ke mobil masing-masing untuk menuju lokasi kedua, singkapan Formasi Paciran yang berada di Desa Tegaldowo, masih di kabupaten Rembang.

!break!
Di wilayah Paciran, Rembang, Jawa Tengah, ahli geosains bisa mempelajari fenomena pembentukan gua dan sungai bawah tanah yang terbentuk karena proses karstifikasi. (Yul Prasetyo)

Di situs kedua, Paciran, peserta perlu berjalan menanjak sedikit ke obyek pengamatan. Dilihat dari mata awam, bebatuan di situs kedua merupakan batu karang yang masif.

Rusalida mengungkapkan, situs Paciran merupakan salah satu reservoir yang baik. Namun, pernyataan tersebut perlu diteliti lebih mendalam lewat pengamatan mikroskopis. Ia menjabarkan bahwa pengamatan bebatuan terbagi menjadi makroskopis dan mikroskopis. Secara sederhana, pengamatan makroskopis seperti apa yang dilakukan peserta; melihat secara umum. Sementara pengamatan mikroskopis membutuhkan pengambilan sampel dan pengkajian di laboratorium.

Matahari sudah tepat di atas kepala. Penjelajahan ini haruslah dilanjutkan dengan energi yang cukup. Atas perhitungan Fian (sapaan karib Arieffian) yang telah membandingkan sejumlah prakiraan cuaca, sekitar pukul 16.00 WIB daerah tempat bermain kami hari ini akan diguyur hujan ringan. Maka, sebagai salah satu lead di fieldwork kali ini, Fian ketat terhadap jadwal agar penjelajahan berjalan lancar.

Kami menuju Waduk Panohan yang terpaut perjalanan sekitar 45 menit untuk makan siang dan memberikan kesempatan bagi yang muslim menunaikan shalat. Di Waduk Panohan, Anton S yang menjabat sebagai Chief Field Health, Safety, Environment (HSE) Pertamina Hulu Energi Randugunting menyambut kami dengan senyum. Peran Anton, istri, dan rekan sangat membantu karena ialah yang mengetahui seputar Rembang dan sekitarnya lebih banyak.

Buat para ahli geologi, batuan tak sekadar punya kisah masa lalu yang menantang. Batuan yang mereka jumpai di lapangan bisa menyingkap tabir rahasia masa silam untuk menyejahterakan generasi masa depan. (Yul Prasetyo)

Es kelapa mengaliri tenggorakan dan cukup berhasil mendinginkan kepala yang seharian disiram terik matahari. Perpaduannya dengan gula merah pas sekali bagi kami yang mengantisipasi dehidrasi dan butuh asupan energi lebih.

Meski matahari kian menyengat, peserta tak kehilangan semangat. Kami meluncur ke situs terakhir hari itu, area Sungai Gunem. Yang menarik di situs ini, peserta mengamati batu gamping dengan menggunakan cairan asam klorida (HCl).

Rusalida mengatakan, reaksi kimia yang terjadi (berbuih) menunjukkan batuan mengandung mineral karbonat. Hal itu untuk mengetahui litologi situs tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, litologi adalah ilmu tentang batu-batuan yang berkenaan dengan sifat fisik, kimia, dan strukturnya. Batugamping ini juga dapat berpotensi sebagai reservoir karena pada beberapa sumur di wilayah Tuban terdapat penampakan hidrokarbon.

Penjelajahan hari ini ditutup dengan semangkok bakso Pak Kumis di Blora yang menyegarkan pikiran setelah seharian asyik berbicara dengan batu.

Bagaimana juga, pemaparan yang dilakukan senior atau peserta masih berupa asumsi karena masih ada hari-hari esok untuk membahasnya lebih jauh demi menguak rahasia batu yang sekilas tak berbicara tapi mereka punya sejuta umur dan seribu cerita!

Formasi Paciran mungkin membuat masyarakat umum lebih tertarik dengan fenomena pembentukan gua-gua dan sungai bawah tanah yang terbentuk karena proses karstifikasi (pembentukan karst). (Yul Prasetyo)