Seperti yang kita ketahui, Gunung Agung yang berada di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, meletus sejak Selasa (21/11/2017) pukul 17.05 WITA. Kala itu, letusan berlangsung dengan asap kelabu tebal dengan tekanan sedang hingga tinggi maksimum 700 meter di atas puncak. Abu letusan bertiup ke arah Timur - Tenggara.
Menurut Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, letusan Gunung Agung termasuk dalam jenis freatik. Hal itu ditandai dengan tinggi asap kelabu tebal dengan tekanan sedang maksimum 700 meter.
Letusan freatik terjadi akibat adanya uap air bertekanan tinggi. Uap air tersebut terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah, yang kemudian mengalami kontak langsung dengan magma. Letusan freatik disertai dengan asap, abu, dan material yang ada di dalam kawah.
Artikel terkait: Gunung Agung Meletus, Asap Kelabu Membumbung Hingga Setinggi 700 Meter
Tipe letusan ini sulit diprediksi; bisa terjadi tiba-tiba dan seringkali tidak ada tanda-tanda adanya peningkatan kegempaan. Beberapa kali gunung api di Indonesia meletus freatik saat status gunung api tersebut Waspada (level 2), seperti letusan Gunung Dempo, Gunung Dieng, Gunung Marapi, Gunung Gamalama, Gunung Merapi, dan lain-lain. Tinggi letusan freaktik juga bervariasi, bahkan bisa mencapai 3.000 meter, tergantung dari kekuatan uap airnya.
Sesungguhnya, letusan freatik gunung api bukanlah sesuatu yang aneh jika status gunung api tersebut di atas normal. Biasanya dampak letusan ini adalah hujan abu, pasir atau kerikil di sekitar gunung.
Letusan freatik juga tidak terlalu membahayakan dibandingkan letusan magmatik. Letusan freatik dapat berdiri sendiri tanpa erupsi magmatik. Namun, letusan freatik bisa juga menjadi peristiwa yang mengawali episode letusan sebuah gunung api.
Baca juga: Letusan Gunung Agung Bisa Menghasilkan Tanah Tersubur di Dunia
Misalnya, letusan freatik Gunung Sinabung yang berlangsung dari tahun 2010 hingga awal 2013 menjadi pendahulu dari letusan magmatik. Letusan freatik Gunung Sinabung berlangsung lama sebelum diikuti letusan magmatik yang berlangsung akhir 2013 hingga sekarang.
Letusan magmatik adalah letusan yang disebabkan oleh magma dalam gunung api. Letusan magmatik memiliki gejala, terukur dan bisa dipelajari ketika akan meletus.
Status Gunung Agung hingga Selasa silam tetap Siaga (level 3). Tidak ada peningkatan status. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terus melakukan pemantauan dan analisis aktivitas vulkanik. Tremor terus menerus mulai terdeteksi. Masyarakat dihimbau untuk tidak melakukan aktivitas pada radius 6-7,5 km dari puncak kawah.
Baca juga: Status Gunung Agung Tidak Lagi Awas. Surono: Tidak Dapat Diartikan Tidak Jadi Meletus
Aktivitas Gunung Agung Kini
Aktivitas Gunung Agung dapat disaksikan pada video yang diambil oleh Fraser Morton pada hari Rabu, 22 November 2017. Melalui video yang diambil dari 12 kilometer dari Gunung Agung tersebut, asap abu-abu putih muncul dari kawah.
Namun, menurut Morton, ia masih menjumpai beberapa turis, pengendara sepeda, dan para petani yang masih beraktivitas di sekitar Gunung Agung. Ketika menemui penduduk setempat, Morton mengungkapkan kekhawatiran mereka mengenai aktivitas Gunung Agung. Namun, aktivitas pekerjaan maupun bisnis masih tetap berjalan seperti biasa.