Melongok Grand-Hornu, Sawah Lunto-nya Belgia

By , Selasa, 28 November 2017 | 19:00 WIB

Karya instalasi Jompet Kuswidananto yang berjudul 'On Paradise' dipamerkan di Grand-Hornu. Karyanya mengkritik kolonialisme di Nusantara. Lampu-lampu gantung berserakan sebagai simbol kekuatan dan keruntuhan kolonialisme. (Feri Latief)

Melihat Grand-Hornu ini saya jadi teringat kota Sawah Lunto di Sumatera Barat yang juga bekas area petambangan batubara era kolonial. Ada baiknya langkah pemerintah Belgia menjadikan kawasan ini sebagai area konservasi dan pusat budaya bisa ditiru di Indonesia.

Saya membayangkan ada pameran-pameran seni atau pertunjukan-pertunjukan teater kelas dunia yang diselenggarakan di Sawah Lunto. Sapardi Djoko Damono membaca puisi Hujan Bulan Juni-nya, penari papan atas seperti Eko Supriyanto atau Rianto, bahkan pemusik Ananda Sukarlan bisa menunjukan karyanya di sana.

Ah, saya terlalu muluk berandai-andai!