Misteri Orgasme pada Wanita Akhirnya Terpecahkan)
Beberapa orang berpikir bahwa mengendarai sepeda bisa mengakibatkan robeknya selaput dara. (Gbh007/Thinkstock)
Orgasme Bisa Terjadi Saat Berolahraga)
Inilah sebabnya mengapa seksolog, ginekolog, dan dokter umum sama-sama sering enggan ditanyai mengenai opini mereka apakah seorang perempuan perawan atau tidak berdasarkan kondisi selaput daranya. Para dokter di Belanda menggunakan kata-kata berikut saat menerima permintaan tersebut: Tidak ada indikasi untuk menunjukkan bahwa perempuan yang dimaksud tidak lagi perawan.
Trauma pada selaput dara tidak mudah ditentukan. Sudah ada penelitian-penelitian yang menunjukkan bahwa ahli forensik kasus pelecehan seksual pada anak sekali pun seringkali tidak dapat membedakan tanda-tanda penganiayaan pada selaput dara anak perempuan. Hal ini terutama terjadi pada kasus ketika anak tersebut dibawa ke rumah sakit selang beberapa waktu setelah terjadinya penganiayaan.
Asumsi yang salah
Aspek kedua yang sering diperiksa adalah rapatnya vagina. Ada kepercayaan luas bahwa perempuan yang tidak tersentuh secara seksual memiliki lubang vagina yang rapat karena selaput dara utuh dan bahwa laki-laki dapat merasakan kerapatan tersebut saat berhubungan seksual.
Ini adalah asumsi yang keliru. Kerapatan vagina tidak disebabkan oleh selaput dara namun sebagai akibat dari otot dasar panggul yang terkontraksi. Semakin kuat kontraksi otot, semakin sempit saluran vagina.
Perlu dicatat bahwa ketika seorang perempuan merasa cemas, terutama bila berhubungan seks, dia secara otomatis mengencangkan otot dasar panggulnya. Banyak dokter menganggap hal ini adalah alasan mengapa perempuan perawan sering dirasa ‘sempit’ oleh pasangannya.
Bagi perempuan yang ingin ‘lebih sempit’, dokter di Belanda menyarankan mereka untuk berlatih mengerutkan otot panggul mereka. Ini mirip dengan menahannya saat kebelet ke toilet tapi Anda belum bisa pergi.
Tegangnya otot panggul adalah saran yang juga diresepkan oleh dokter kepada perempuan yang berharap dapat lulus menjalani “tes telur”. Dengan mengencangkan otot panggulnya, perempuan tersebut berhasil melampaui “tes telur” yang harus dia jalani.
Lebih menyerupai fabel daripada fakta
Setiap jenis tes keperawanan yang bergantung pada pengamatan selaput dara atau kerapatan vagina hasilnya tidak definitif dan seringkali sama sekali tidak benar. Keyakinan bahwa lebih mudah untuk melihat keperawanan seorang perempuan daripada seorang laki-laki lebih merupakan sebuah dongeng daripada fakta ilmiah. Sayangnya, ini adalah dongeng yang masih banyak dipercaya dan dipraktikkan untuk menekan para perempuan.
Tidak seorang pun, baik perempuan maupun laki-laki, boleh dipaksa untuk dicek keperawanannya, terlepas dari kesahihan ujiannya.
Perlu dipikirkan, jika alat uji keperawanan yang saat ini dipakai sangat tidak dapat diandalkan, mengapa ada orang yang tega dan berani memaksakan dilakukannya ujian yang hanya didasarkan pada kesalahpahaman? Termasuk oleh Polri dan TNI kepada calon anggota perempuan.