"Saya tertarik tinggal di desa yang jauh dari pariwisata. Saat itu saya tidak tahu banyak tentang budaya atau daerah itu," katanya.
"Saya juga tidak tahu bahasanya. Saya dibawa ke desa ini, saya tiba di sana dan begitu luar biasa, menakutkan sekaligus menantang" kata Rob.
Tercerabut dari budaya tradisional
Rob akhirnya belajar bahasa daerah di sana dan menyatukan dirinya dalam masyarakat. Dia belajar lebih banyak tentang sistem kepercayaan tradisional suku itu yang dinamakan Arat Sabulungan.
"Mereka mempercayai bahwa semua hal alamiah memiliki jiwa dan jika manusia akan meninggal, jiwa mereka akan kembali ke alam dan menjadi bagian dari alam," jelasnya.
!break!
Budaya Mentawai mulai terancam setelah Indonesia merdeka. Pemerintah memaksa suku Mentawai meninggalkan kepercayaan tradisional mereka, dan memilih salah satu agama resmi sebagai gantinya: Islam, Kristen, Katolik, Hindu atau Budha.
Beberapa dekade berikutnya mengikis cara hidup tradisional orang Mentawai, menciptakan generasi baru tanpa pengetahuan budaya dan kepercayaan asli mereka.
"Semakin menghilang," ujar Rob, "Masih hidup di kalangan tetua, dan melewati satu atau dua generasi, banyak orang Mentawai - terutama para tetua masih memilikinya - dan mereka ingin meneruskannya kepada generasi berikut," paparnya.
Menurut Rob, orang Mentawai saat ini bisa hidup secara bebas, namun dampak dari "generasi yang terlewati" sangat mendalam. Ia pun berharap film dokumenternya As Worlds Divide, yang difilmkan selama delapan tahun, turut membantu menyoroti kehidupan orang Mentawai.
"Saya belajar banyak. Saya belajar betapa hanya sedikit yang diperlukan untuk berbahagia. Jelas bukan berasal dari materi. Benar-benar dari dalam diri sendiri dan hubungan kita dengan keluarga dan teman. Saya pikir bagi semua kebudayaan asli, hal itulah yang menyebabkan mereka bisa bertahan selama puluhan ribu tahun," papar Rob Henry.
Baca Juga: Musik Tuddukat Sebagai Media Komunikasi Tradisional Orang Mentawai