Kunci Resolusi Tahun Baru Menurut Behavioris

By , Kamis, 21 Desember 2017 | 10:30 WIB

Tiap tahun Anda bertekad untuk menjalankan resolusi Tahun Baru. Namun tahun demi tahun Anda keluar jalur dan segera mengabaikannya. Kenapa resolusi sulit dijalankan?

Resolusi Tahun Baru adalah soal mengubah kebiasaan, yang memang sulit, tapi bukan mustahil untuk dilakukan.

Ini karena kebiasaan itu otomatis, mudah dan memberi rasa senang. Untuk mengubah suatu kebiasaan, Anda perlu mendisrupsi perilaku Anda untuk membuka jalan bagi perilaku baru yang lebih diinginkan. Namun seperti ditunjukkan dari jumlah resolusi Tahun Baru yang gagal, mendisrupsi kebiasaan lama dan membentuk kebiasaan baru yang sehat tidak mudah.

Bagaimana bila Anda betul-betul termotivasi untuk mengubah kebiasaan lama? Sayangnya, tidak semudah itu.

Behaviorisme adalah perspektif teoretis dalam ilmu psikologi yang mencoba mehamami perilaku manusia dan binatang dengan mempelajari perilaku dan kejadian yang bisa diamati. Menurut behaviorisme, kebiasaan awalnya dimotivasi oleh keluaran atau konsekuensi dari perilaku, seperti makan atau mencari penghidupan. Kebiasaan dipicu oleh isyarat kontekstual, seperti waktu dalam hari, lokasi Anda, dan objek sekitar Anda.

(Baca juga: Natal dan Tahun Baru di Indonesia Akan Diwarnai Cuaca Buruk)

Ini beda dengan cara-cara lain dalam melihat bagaimana kebiasaan terbentuk, yang fokus pada pengalaman internal dan subyektif, seperti suasana hati, pikiran dan perasaan. Behaviorisme lebih menitikberatkan pada apa yang bisa kita amati secara objektif.

Behavioris memutus pola perilaku kebiasaan dan mengembangkan rencana untuk membentuk kebiasaan baru melalui yang disebut P-P-A perubahan perilaku :

Tetapkan apa yang ingin Anda ubah

Pertama, penting untuk menetapkan dengan jelas perilaku yang ingin Anda ubah. Bila Anda tidak melakukannya, apa yang dimaksud dengan “perilaku” jadi terbuka untuk penafsiran dan menciptakan lubang-lubang di mana Anda akan coba untuk masuk ke dalamnya, ketika ada tawaran pilihan yang lebih menarik.

Nyatakan perilaku itu dan ukur tujuan Anda. Misalnya, “Saya akan berjalan lima kilometer tiga kali seminggu” sangat jelas, sementara “Saya akan lebih banyak olahraga” tidak.

Memahami pemicu

Konteks atau isyarat lingkungan tertentu sering kali memicu kebiasaan. Inilah yang dianggap para behavioris sebagai anteseden dan merupakan bagian besar dari alasan mengapa kita melakukan perilaku kebiasaan.

Kapan Anda lebih cenderung mendambakan semangkuk soto jeroan Betawi hangat ? Apakah saat Anda makan siang bersama teman-teman penggemar kuliner? Atau saat Anda hendak berangkat ke gym bersama teman-teman penggemar olahraga?

Karena sebelumnya kita telah menikmati makan soto saat makan siang dengan teman-teman, ketika kita bertemu teman pencinta kuliner lagi, kita cenderung makan makanan enak lagi. Ini jarang terjadi ketika Anda hendak ke gym dengan teman-teman penggemar olahraga. Lingkungan pecinta kuliner mengondisikan perilaku makan-makan. Pecinta fitnes cenderung tidak.