Studi Baru: Suhu Laut Semakin Panas Jadi Indikator Perubahan Iklim

By Maria Gabrielle, Kamis, 13 Januari 2022 | 11:00 WIB
Suhu laut memanas akibat perubahan iklim. (Pixabay)

Nationalgeographic.co.id—Dampak dari perubahan iklim sekarang ini menjangkau semua tempat dan dapat dirasakan oleh semua penghuni Bumi. Apabila kita tidak melakukan hal untuk menghentikan perubahan iklim, dampaknya akan lebih parah dari apa yang kita rasakan sekarang.

Dilansir dari Sci Tech Daily, berdasarkan data yang diperoleh dari United Nations’ Decade of Ocean Science for Sustainable Development Goals, bagian dari Persatuan Bangsa-Bangsa yang mempunyai fokus untuk mempertahankan tatanan masyarakat serta ekosistem alami di seluruh dunia, selama tahun 2021 data menunjukkan bahwa lautan dunia semakin panas.

Hal itu didukung oleh sebuah studi yang melibatkan 23 peneliti dari 14 institut diunggah pada laman Advances in Atmospheric Sciences kemarin 11 Januari 2022. Hasil studi berjudul Another Record: Ocean Warming Continues through 2021 despite Niña Conditions tersebut merangkum dua kumpulan data internasional yang menganalisis pengamatan panas laut serta dampaknya sejak 1950-an.

Kumpulan data internasional itu sendiri didapatkan dari Institute of Atmospheric Physics (IAP) di Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok (CAS) dan dari National Centers for Environmental Information of the National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).

“Kandungan panas laut meningkat tanpa henti secara global. Ini merupakan indikator utama perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Dalam laporan terbaru ini, kami memperbarui pengamatan laut hingga tahun 2021 sembari meninjau kembali dan memproses ulang data sebelumnya," kata Kevin Trenberth, salah satu penulis laporan tersebut dan cendekiawan terkemuka di Pusat Penelitian Atmosfer Nasional di Colorado. 

Sepanjang 2021, para peneliti menemukan bahwa ketinggian 2.000 meter di atas semua permukaan laut menyerap panas 14 Zettajoule lebih banyak daripada tahun 2020. Ini sama dengan 145 kali listrik yang dihasilkan diseluruh dunia pada tahun 2020. Sebagai konteks, semua energi yang digunakan manusia di seluruh dunia dalam satu tahun adalah sekitar setengah dari Zettajoule.

"Selain menyerap panas, saat ini lautan menyerap 20 hingga 30 persen emisi karbon dioksida manusia yang menyebabkan pengasaman laut. Namun, pemanasan lautan mengurangi efisiensi penyerapan karbon dan meninggalkan lebih banyak karbon dioksida di udara,” kata Lijing Cheng, profesor di Pusat Internasional Ilmu Iklim dan Lingkungan di IAP, Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok.

“Mengamati dan memahami penggabungan panas dan karbon di masa depan penting untuk melacak tujuan mitigasi perubahan iklim," tambah Cheng selaku penulis utama studi ini.

Para peneliti juga menilai peran berbagai fenomena alam, seperti fase pemanasan dan pendinginan yang dikenal sebagai El Niño dan La Niña. Kedua fenomena tersebut dikenal sangat mempengaruhi perubahan suhu regional.

Menurut Cheng, analisis regional menunjukkan bahwa pemanasan laut yang kuat dan signifikan sejak akhir 1950-an terjadi di banyak tempat. Meskipun demikian, gelombang panas laut regional adalah konsekuensi dari pemanasan lautan dengan dampak besar pada kehidupan laut.

Baca Juga: Meningkatnya Hujan Salju, Menjadi Penyeimbang Kenaikan Permukaan Laut