Teori Konspirasi, Daya Tarik Bagi Binatang Sosial

By , Jumat, 22 Desember 2017 | 15:00 WIB

Saya sedang duduk di kereta api ketika sekelompok suporter sepak bola menghambur masuk. Baru saja pulang dari pertandingan — tim mereka jelas menang — mereka menempati kursi kosong di sekitar saya. Salah seorang dari mereka memungut surat kabar yang dibuang dan tertawa kecil mengejek ketika dia membaca tentang “fakta-fakta alternatif” yang dijajakan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Yang lainnya segera nimbrung dengan pendapat mereka tentang kegemaran Presiden AS itu pada teori konspirasi. Obrolan itu dengan cepat beralih ke konspirasi-konspirasi lain dan saya menikmati dengan mencuri dengar ketika kelompok itu dengan brutalnya mencemooh flat Earthers (penganut paham bahwa Bumi ini datar), meme chemtrail dan gagasan terkini Gwyneth Paltrow.

Lalu hening menyela percakapan, dan seseorang memanfaatkan kesempatan untuk menyampaikan ini: “Mungkin saja itu omong kosong semua, tapi jangan coba-coba mengatakan kepadaku bahwa kalian percaya semua yang dijejalkan media mainstream kepada kita! Lihat saja pendaratan di Bulan, itu jelas palsu dan tipuan-tipuannya bahkan tidak bagus-bagus amat. Kemarin aku membaca blog ini yang menunjukkan bahkan tidak ada bintang-bintang di semua foto!”

Saya terheran-heran karena kelompok ini menerima “bukti” lain yang mendukung hoax pendaratan di Bulan: bayang-bayang tidak konsisten di foto-foto, bendera yang berkibar padahal tidak ada atmosfer di Bulan, bagaimana Neil Armstrong direkam dengan film sedang berjalan di permukaan sementara tidak ada siapa-siapa di sana yang memegang kamera.

Semenit yang lalu mereka tampak seperti orang-orang rasional yang mampu menilai bukti dan sampai pada kesimpulan logis. Tapi sekarang semuanya berbelok menyusuri lorong kegilaan. Saya pun ambil napas dalam-dalam dan memutuskan untuk nimbrung.

“Sebetulnya semuanya bisa dijelaskan dengan sangat mudah… ”

Mereka berpaling ke arah saya dengan pandangan kaget karena ada orang asing yang berani ikut campur dalam percakapan mereka. Saya maju terus, menghujani mereka dengan rentetan fakta dan penjelasan-penjelasan rasional.

Bendera itu tidak berkibar karena angin, ia hanya bergerak-gerak ketika astronot Buzz Aldrin menancapkannya di Bulan. Di sana tak ada angin. Wikipedia Mark Lorch, University of Hull

“Bendera itu tidak berkibar karena angin, ia hanya bergerak-gerak ketika Buzz Aldrin menancapkannya! Foto-foto diambil saat siang hari di Bulan – dan tentunya Anda tidak bisa melihat bintang-bintang di siang hari. Bayang-bayang aneh itu ada karena lensa dengan sudut sangat lebar yang mereka pakai mendistorsi foto. Dan tak seorang pun merekam film Neil menuruni anak tangga. Ada sebuah kamera terpasang di luar modul bulan yang merekamnya melakukan lompatan raksasanya. Jika ini tidak cukup, maka bukti final yang tak terbantahkan datang dari foto-foto situs pendaratan yang diambil Lunar Reconnaissance Orbiter. Di sana Anda bisa melihat dengan jelas jejak-jejak yang ditinggalkan para astronot ketika mereka menjelajahi permukaan bulan.”

“Beres!” kata saya dalam hati.

Tapi tampaknya para pendengar saya sama sekali tidak yakin. Mereka berpaling kepada saya, menyodorkan semakin banyak saja klaim-klaim menggelikan. Stanley Kubrick membuat banyak filmnya, tokoh-tokoh pentingnya meninggal dengan cara-cara misterius, dan lain sebagainya…

Kereta berhenti di sebuah stasiun, bukan tujuan saya sebetulnya, tapi saya mengambil kesempatan untuk keluar dari percakapan itu. Ketika memikirkan dengan canggung kesenjangan itu saya bertanya-tanya mengapa fakta-fakta yang saya sampaikan gagal total mengubah pikiran mereka.

(Baca juga: 7 Cara untuk Buktikan Bahwa Bumi Itu Bulat)