Sombere dan Smart City Makassar, Menyelaraskan Teknologi dan Identitas Lokal

By National Geographic Indonesia, Selasa, 2 Januari 2018 | 10:00 WIB
Pantai Losari, pantai di sebelah barat Makassar, Sulawesi Selatan jadi tempat warga Makassar menghab (Alex Pangestu)

Sebut saja Dongkel (Dongeng Keliling), menghadirkan pendongeng dan perpustakaan bergerak di sekolah atau komunitas, untuk meningkatkan minat baca. Selain itu ada pula Jagai Anakta, yang dalam bahasa lokal berarti ‘Lindungi anak kita’, sebuah program yang memberikan kondisi dan fasilitas terbaik bagi anak-anak.

Ada pula Aparong (Apartemen Lorong), bangunan dengan harga terjangkau dan apartemen minimalis bagi masyarakat dengan pendapatan rendah di area padat populasi; Sentra Kaki5ta, area-area khusus yang diatur dengan baik untuk pedagang kaki lima; dan Bank Sampah, sebagai bagian manajemen sampah di Kota Makassar.

Program Bank Sampah telah memberikan hasil signifikan dalam lingkungan berkelanjutan. Ada 760 unit Bank Sampah dengan 50.000 penduduk yang berpartisipasi di sana. Kesadaran masyarakat terhadap daur ulang dan manajemen sampah juga meningkat dan mendukung Masyarakat untuk mendapatkan penghargaan di ASEAN Environment Day 2017, dalam Clean Land Category. Saat ini, Bank Sampah juga beroperasi untuk membuat biogas sebagai energy alternative dan membuat program barter, seperti menukar sampah dengan beras. Seperti yang kita tahu, beras merupakan makanan pokok di Indonesia dan program ini memicu masyarakat untuk lebih aktif dalam manajemen sampah.

Baca juga: 9 Alasan Mengapa Perubahan Iklim Memicu Kebakaran di Berbagai Negara

Pemerintah Kota Makassar telah berkomitmen untuk menjadi Sombere & Smart City yang lebih baik, tidak hanya melalui teknologi, tetapi juga karakter dan identitas lokal. Sombere akan menjadi panduan untuk menciptakan lingkungan berkelanjutan di Kota Makassar. Program-program tersebut dibangun dari pola pikir dan pendekatan masyarakat lokal, mendorong smart city untuk menjadi bagian dari kehidupan mereka.