Mengenal Famadihana, Ritual Menari Bersama Mayat di Madagaskar

By Hanny Nur Fadhilah, Minggu, 16 Januari 2022 | 12:00 WIB
Orang Madagaskar menguburkan jasad saudara mereka yang sudah berpulang. Tapi tujuh tahun setelahnya, keluarga akan membongkar ulang makam, mengganti pakaiannya dengan yang baru, kemudian menari bersama. (CNN)

Nationalgeographic.co.id - Warga suku Merina di Madagaskar sangat menghargai leluhur mereka. Ikatan mereka dengan leluhur atau anggota keluarga terdekat yang sudah meninggal tak berhenti sampai di permakaman saja.

Suku Merina memiliki ritual unik nan sakral bernama Famidihana, atau 'pembalikan tulang' yang dilakukan oleh beberapa kelompok etnis di Madagaskar. Orang Malagasi percaya nenek moyang mereka berfungsi sebagai perantara antara manusia dan Tuhan serta memiliki kekuatan untuk campur tangan dalam peristiwa di bumi.

Dalam ritual ini, suku Merina menggali sisa-sisa leluhur mereka untuk perayaan sekaligus reuni keluarga. Ritual sakral ini terjadi setiap lima hingga tujuh tahun. Sejumlah kerabat yang telah meninggal dikeluarkan dari makam leluhur. Anggota keluarga yang masih hidup dengan hati-hati mengganti pakaian mayat dan membungkusnya dengan kain sutra segar. Perayaan dimulai dan para tamu minum, mengobrol, dan menari dengan leluhur mereka.

Tepat sebelum matahari terbenam, mayat-mayat itu dengan hati-hati dikembalikan ke makam dan dibalikkan. Ruang bawah tanah kemudian ditutup selama lima sampai tujuh tahun ke depan. Banyak kelompok etnis di Madagaskar mempraktikkan perpaduan agama Kristen dan kepercayaan tradisional, tetapi mereka tidak percaya surga atau neraka.

"Kematian setelah tulang membusuk akan membawa ke kehidupan kedua—kehidupan yang serupa dengan kehidupan (akhirat)," jelas Mamphionona seperti dikutip CNN.

Baca Juga: Ma’Nene Toraja, Ritual Mayat Ratusan Tahun Berganti Pakaian

Bagi kepercayaan suku Merina, orang mati tidak pindah ke kehidupan berikutnya tetapi tetap berada di tanah orang hidup sampai tubuh mereka benar-benar membusuk. Jadi, ritual ini dilakukan untuk mempercepat pembusukkan jasad.

"Hanya ada dua kelas dalam masyarakat, yang hidup dan nenek moyang. Jadi, mayat yang belum digali untuk pertama kalinya bukanlah bagian dari yang hidup maupun nenek moyang," kata Mamphionona.

Sejarawan Andrianahaga Mahery mengatakan proses Famidihana dimulai ketika arwah leluhur muncul pada anggota keluarga senior.

"Leluhur muncul dalam mimpi dan mengatakan bahwa dia kedinginan dan membutuhkan pakaian baru," jelas Mahery.

Makam kelompok etnis Merina dibangun sebagian di bawah tanah dengan sebuah ruangan di mana tubuh leluhur disimpan di rak, dibungkus dengan kain sutra. Perayaan berakhir sebelum malam tiba karena suku Merina takut akan energi negatif dan kekuatan jahat yang dibawa malam itu.

Baca Juga: Selidik Perayaan Menuju Keabadiaan di Mamasa, Sulawesi Barat