Awal bulan ini, seekor orangutan ditembak secara brutal di Kalimantan. Pada Januari, salah satunya ditemukan dipenggal dan mengambang di sungai. Di 2017, pekerja pertambangan minyak didakwa membunuh dan memakan salah satu orangutan di pulau tersebut.
Cerita-cerita ini merupakan contoh kecil dari pembunuhan terencana yang dilakukan pada spesies terancam punah ini. Menurut sebuah studi terbaru yang dipublikasikan pada jurnal Cell Biology, hal itu berkontribusi pada penurunan jumlah orangutan dalam jangka panjang.
Studi komprehensif ini meneliti data yang dikumpulkan dari 38 studi berbeda. Ketika Maria Voigt, pemimpin studi ini sekaligus peneliti dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology dan German Center for Integrative Biodiversity Research, mengurai angka-angka tersebut, diketahui bahwa ada 150 ribu orangutan yang hilang di Borneo dari 1999 hingga 2015. Jumlah ini setengahnya dari keseluruhan populasi.
(Baca juga: Saat Ini, Orangutan Selangkah Menuju Kepunahan)
Selain karena kehilangan habitat, studi ini menemukan fakta bahwa orangutan punah karena perburuan atau pembunuhan yang disengaja. Ini menyebabkan penurunan populasi yang signifikan. Menjadi hal penting setelah sebelumnya diremehkan.
Melacak ‘sarang’
Untuk mencapai konklusi, Voight dan rekannya, Serge Wich dari Liverpool John Moores University, memperkirakan di mana dan seberapa padat populasi orangutan di Borneo. Mereka melakukannya dengan cara mengumpulkan survey lapangan yang melacak tempat tinggal orangutan. Voight dan Wich menemukan 36.555 lokasi yang telah diobservasi selama 16 tahun.
Namun, dalam periode tersebut, setengah dari populasi orangutan diketahui menghilang dari ‘sarang’nya. Beberapa (sekitar 9%) orangutan hilang di lahan gundul. Sementara, yang lainnya hilang dari hutan – ini mengejutkan para ilmuwan.
Pada studi lapangan, tim peneliti juga tidak menemukan adanya bukti penyakit, seperti Ebola, yang membunuh kera besar di Afrika.
Kerugian di masa depan
Dengan melakukan pemodelan tentang hilangnya habitat orangutan – sebagian besar disebabkan perluasan perkebunan kelapa sawit dan kegiatan pertanian – Voight dan Wich memperkirakan, sekitar 45 ribu orangutan akan hilang pada 35 tahun mendatang. Dengan adanya pembunuhan dan perburuan, Wich mengatakan, hasilnya mungkin akan lebih suram lagi.
Apalagi tingkat reproduksi orangutan sangat lambat. Mereka biasanya hanya memiliki satu anak setiap enam atau tujuh tahun.
(Baca juga: Bagaimana Orangutan Membangun Sarangnya?)
Voigt dan Wich menekankan bahwa studi mereka merefleksikan potensi penurunan populasi orangutan di masa depan. “Sepuluh persen desa di Borneo berada dalam jangkauan orangutan. Penduduk mungkin membunuh tiga sampai empat orangutan dalam setahun. Jumlah ini bisa menurunkan populasi,” kata Voigt.
Menurut Wich, ada beberapa alasan mengapa orangutan sengaja dibunuh. Wich yang sudah bekerja di wilayah tersebut selama 25 tahun mengatakan, bukan hal tabu jika orangutan dibunuh untuk menjadi bahan makanan. Yang lebih sering terjadi, para petani membunuh primata agar mereka tidak memakan tanaman.
“Terkadang, mereka membunuh orangutan karena takut. Kita harus meyakinkan warga bahwa orangutan tidak berbahaya. Kemungkinan penyerangan sangat kecil,” ujarnya. Wich menyarankan agar pemerintah Indonesia dan Malaysia bisa mengedukasi penduduk di Borneo terkait hal ini.