Pabrik-pabrik yang tidak menaati peraturan, izin usahanya akan dicabut.
Kamera CCTV akan dipasang di tepi sungai untuk mengawasi pelanggar yang membuang limbah pada dini hari.
Di saat yang bersamaan, alat pengerukan akan digunakan untuk membersihkan sungai yang kotor.
“Kami tidak main-main sekarang. Kami akan melakukan pendekatan holistic dan optimis bisa membuat Citarum bersih kembali seperti 50 atau 60 tahun yang lalu,” kata Djoko Hartoyo, Kepala Biro Umum Kemenko Maritim.
Pada 1980an, zona industri baru bermunculan di sekitar kota kecil Majalaya, Bandung. Lalu, hal-hal berubah dengan cepat di Citarum.
Sekitar 2000 pabrik tekstil menyediakan lapangan kerja yang dibutuhkan warga. Namun, harga yang dibayar sangat mahal: sekitar 280 ton limbah industri dibuang ke sungai setiap hari.
Lebih buruknya, banyak warga yang juga membuang sampah rumah tangga ke Citarum.
“Saat hujan dan rumah saya kena banjir, baunya sangat mengerikan,” kata Achmad Fachrureza.
“Saya rindu melihat Citarum seperti dahulu. Saya bahkan bisa berenang dan meminum air sungainya. Dulu sangat bersih,” tambahnya.
Pria berusia 57 tahun ini bercerita, ia dipecat dari jabatannya sebagai penjaga keamanan pabrik tekstil setelah mengajukan pertanyaan tentang pembuangan limbah perusahaan tersebut.
Pabrik biasanya langsung membuang limbah dengan pewarna kimia yang digunakan dalam tekstil ke sungai – menimbulkan bau busuk yang luar biasa.
“Beberapa pabrik di sana memiliki sistem pembuangan limbah. Namun, itu tidak berjalan dengan baik karena dijadikan formalitas semata,” kata Deni Riswandani, dari komunitas pemerhati lingkungan, Elingan.