Anda mungkin sangat puas dengan teknologi kamera di telepon pintar terbaru Anda yang bisa mengenali wajah Anda dan mengambil video gerak lambat dengan definisi ultra-tinggi. Padahal capaian-capaian teknologi ini baru awal dari sebuah revolusi besar yang sedang berlangsung.
Riset kamera terakhir sedang bergeser dari peningkatan jumlah mega piksel menuju perpaduan data kamera dengan pemrosesan komputasi. Yang kami maksud di sini bukanlah gaya pemrosesan Photoshop, ketika efek dan filter ditambahkan pada sebuah gambar, melainkan sebuah pendekatan baru radikal saat data yang masuk bisa jadi sama sekali tidak tampak sebagai sebuah gambar. Data itu baru menjadi sebuah gambar setelah melalui serangkaian langkah komputasi yang sering kali melibatkan matematika yang kompleks dan pemodelan bagaimana cahaya bergerak melewati objek atau kamera.
Lapisan tambahan pemrosesan komputasi ini dengan ajaibnya membebaskan kita dari rangkaian teknik pencitraan konvensional. Suatu saat nanti mungkin kita bahkan tidak membutuhkan lagi kamera dalam pengertian konvensional. Kita justru akan menggunakan sesuatu yang beberapa tahun lalu tidak terpikirkan gunanya dalam pembuatan gambar: detektor cahaya. Detektor cahaya ini akan melakukan hal-hal luar biasa seperti melihat dengan menembus kabut, apa yang ada dalam tubuh manusia, bahkan di balik tembok.
Baca juga: Tahun 2019, Belanda akan Operasikan Mobil Terbang
Kamera piksel tunggal
Salah satu contoh ekstremnya adalah kamera piksel tunggal yang bertumpu pada sebuah prinsip sangat sederhana. Pada umumnya kamera menggunakan banyak piksel (unsur sensor titik terkecil) untuk menangkap sebuah objek yang mungkin diterangi oleh sumber cahaya tunggal. Tapi Anda bisa melakukan itu dengan cara sebaliknya, menangkap informasi dari banyak sumber cahaya dengan sebuah piksel tunggal.
Untuk melakukan cara ini Anda memerlukan sebuah sumber cahaya terkontrol, misalnya saja sebuah proyektor data sederhana yang menerangi objek pada satu titik dalam satu waktu atau dengan serangkaian pola yang berbeda. Untuk setiap titik atau pola pencahayaan, Anda mengukur jumlah cahaya yang terpantul dan menggabungkan semuanya untuk menciptakan gambar final.
Kekurangan dalam mengambil foto dengan cara ini adalah, tentu saja, Anda harus mengirim banyak sekali titik atau pola pencahayaan untuk menghasilkan satu gambar (yang cuma membutuhkan satu jepretan dengan kamera biasa). Tapi bentuk pembuatan gambar ini memungkinkan Anda menciptakan kamera yang mustahil dengan cara lain, misalnya kamera yang bekerja dalam panjang gelombang di luar spektrum kasat mata, saat detektor yang bagus tidak bisa digunakan untuk kamera.
Kamera ini bisa digunakan untuk mengambil foto menembus kabut atau salju tebal yang berjatuhan, atau bisa meniru mata beberapa hewan dan secara otomatis meningkatkan resolusi gambar (jumlah detail yang ditangkapnya) tergantung pada apa yang ada pada objek.
Baca juga: E-bomb, Bom Mutakhir Penakluk Listrik
Bahkan dimungkinkan menangkap gambar dari partikel-partikel cahaya yang bahkan tidak pernah berinteraksi dengan objek yang ingin kita foto. Metode ini memanfaatkan ide tentang “belitan kuantum” (quantum entanglement), yakni dua partikel bisa dihubungkan dengan suatu cara yang menyebabkan apa pun yang terjadi pada satu partikel terjadi juga pada partikel lainnya, sekalipun keduanya terpisah jauh.
Ini membawa kemungkinan menarik untuk melihat objek yang perangkatnya bisa berubah ketika diterangi, seperti halnya mata. Misalnya, apakah retina tampak sama saat dalam kegelapan seperti dalam terang cahaya?
Pencitraan multi-sensor