Si “Kembar Tapi Beda” Ini Akan Membuat Anda Berpikir Ulang tentang Ras

By , Kamis, 15 Maret 2018 | 09:00 WIB

Ketika Amanda Wanklin dan Michael Biggs jatuh cinta, mereka tidak peduli dengan tantangan yang mungkin akan mereka hadapi sebagai pasangan birasial. "Hal yang lebih penting adalah apa yang kita inginkan bersama,” ucap Amanda.

Mereka menetap di Birmingham, Inggris, ketika memiliki niat untuk berkeluarga. Pada tanggal 3 Juli 2006, Amanda melahirkan anak kembar perempuan non-identik. Dengan penuh suka cita, mereka memberi nama kedua anak mereka dengan nama yang saling terkait: Millie Marcia Madge Biggs dan Marcia Millie Madge Biggs.

Sejak kecil, gadis-gadis itu memiliki karakteristik serupa, tetapi dengan corak warna yang berbeda. Marcia memiliki rambut cokelat muda dan kulitnya yang cantik seperti ibunya yang lahir di Inggris, sedangkan Millie memiliki rambut hitam dan kulit cokelat seperti ayahnya, yang berasal dari Jamaika. "Kami tidak pernah mengkhawatirkan hal itu, justru kami menerimanya,” ujar Michael.

Artikel terkait: Brexit Picu Aksi Rasisme di Inggris

"Ketika mereka pertama kali lahir," kenang Amanda, "saya mendorong mereka di kereta bayi, dan orang-orang akan melihat saya dan melihat salah satu dari mereka, kemudian melihat salah satunya lagi. Lalu, saya akan mendapat pertanyaan: 'Apakah mereka kembar?' "

Amanda melanjutkan, “Saya mengiyakan pertanyaan mereka. Kemudian, mereka kembali berkata ‘Tetapi, yang satu putih dan yang satu hitam’, dan saya kembali mengiyakan, dan mengatakan bahwa ini adalah karena gen.”

Michael Biggs melihat kemiripan keluarga yang jelas pada anak kembarnya, Marcia (kiri) dan Millie: "Keduanya memiliki hidungku." (Robin Hammond)

Amanda mengungkapkan, orang-orang yang mengomentari anak kembarnya tersebut tidak secara terbuka memusuhi atau menghakimi, mereka hanya penasaran. Dan kemudian, “seiring berjalannya waktu, orang-orang akan melihat keindahan di dalamnya,” imbuhnya.

Amanda, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, menyebut Millie dan Marcia sebagai "satu per satu juta" keajaiban. Namun, menurut Alicia Martin selaku ahli genetika, jarang sekali pasangan birasial akan memiliki anak kembar non-identik yang masing-masing terlihat lebih mirip orang tuanya daripada saudara kembarnya sendiri.

Kasus seperti ini hanya terhitung sekitar satu dari 100 kelahiran. Ketika pasangan birasial memiliki anak kembar non-identik, ciri-ciri yang muncul pada setiap anak bergantung pada banyak variabel, termasuk "asal nenek moyang orang tua dan genetika pigmen yang kompleks," kata Martin, seorang peneliti pascadoktoral di Broad Institute, Cambridge, Massachusetts.

Bahkan saat ibu si kembar, Amanda Wanklin, memakaikan pakaian yang sama kepada mereka, mereka tetap terlihat seperti kembar pada umumnya. (Robin Hammond)

Penelitian tentang warna kulit juga semakin diperumit oleh sejarah "bias studi yang berarti kita tahu lebih banyak tentang apa yang membuat kulit terang menjadi lebih terang daripada apa yang membuat kulit gelap menjadi lebih gelap," katanya.

Secara genetik, warna kulit "bukanlah sifat biner" hanya dengan dua kemungkinan, catat Martin. "Ini bersifat kuantitatif, dan setiap orang memiliki gradien pada spektrum ini," ujarnya.

Artikel terkait: Hebatnya Media Sosial Dorong Isu Rasisme di Inggris

Secara historis, ketika manusia telah menarik garis identitas—memisahkan diri dari ras tertentu—mereka sering mengandalkan warna kulit sebagai identitas rasnya. Namun, pemahaman abad ke-21 tentang genetika manusia mengatakan bahwa keseluruhan gagasan tentang ras adalah penemuan manusia.

Bahkan saat ibu si kembar, Amanda Wanklin, memakaikan pakaian yang sama kepada mereka, mereka tetap terlihat seperti kembar pada umumnya. (Robin Hammond)

Elizabeth Kolbert, jurnalis ilmiah, menuliskan bahwa ilmu pengetahuan modern menganggap “perbedaan yang terlihat di antara manusia adalah kecelakaan sejarah, seperti hasil mutasi, migrasi, seleksi alam, isolasi beberapa populasi, dan perkawinan silang”. Mereka bukanlah perbedaan rasial, karena konsep ras tidak memiliki basis genetik atau ilmiah.

Namun, 50 tahun setelah pembunuhan Pendeta Martin Luther King, Jr., identitas rasial telah muncul kembali sebagai garis pemisah mendasar di dunia kita.

"Kami dianggap sebagai sahabat"

Si kembar telah mengerti dengan jelas apa itu rasisme. "Rasisme adalah dimana seseorang menilai Anda berdasarkan warna kulit Anda, bukan berdasarkan pada diri Anda yang sebenarnya," kata Millie. Marcia menggambarkan rasisme sebagai "hal yang negatif, karena bisa melukai perasaan orang."

Bahkan saat ibu si kembar, Amanda Wanklin, memakaikan pakaian yang sama kepada mereka, mereka tetap terlihat seperti kembar pada umumnya. (Robin Hammond)

Michael, yang memiliki usaha reparasi mobil, mengatakan bahwa dia kadang-kadang menghadapi permusuhan karena warna kulitnya. Dia dengan jelas mengingat sebuah episode di masa mudanya ketika sebuah mobil berisi sekumpulan pria mengebut ke sampingnya dan meneriaki serta mencemooh dia dan saudara-saudaranya.

"Sekarang semua telah berbeda," kata Michael. Baik dia maupun Amanda tidak pernah menyaksikan perilaku rasis terhadap anak kembar mereka. Millie dan Marcia pun mengatakan bahwa mereka tidak pernah merasakan rasisme saat orang merasakan kekontrasan pada penampilan mereka.

Baca juga: Kabar Duka Bagi Dunia Sains: Stephen Hawking Meninggal Dunia

"Ketika orang melihat kita, mereka menganggap kita sahabat," ujar Marcia. "Ketika mereka mengetahui bahwa kita kembar, mereka agak terkejut karena rambut kita hitam dan putih," lanjutnya.

Namun, ketika si kembar ditanyai tentang perbedaan mereka, mereka menyebutkan sesuatu yang sangat kontras. "Millie menyukai hal-hal yang feminin. Dia suka pink dan segala hal yang bersifat perempuan, "kata Marcia. "Saya tidak suka warna pink; saya tomboi dan apa adanya," imbuhnya.