Sekumpulan peralatan batu kuno ditemukan lagi di Sulawesi. Kami menjelaskan rincian peralatan batu kuno berusia 50.000 tahun yang ditemukan di naungan batu yang dikenal sebagai Leang Burung 2, dalam penelitian kami yang terbit hari ini di PLOS ONE.
Kami tidak menemukan fosil manusia bersama peninggalan alat batu kuno tersebut. Identitas pembuat alat-alat batu ini masih jadi misteri.
Pada 2016 kami melaporkan penemuan serupa yang berusia 200.000 tahun di Sulawesi. Kami juga tidak tahu siapa yang membuatnya.
Peralatan Sulawesi yang paling awal sangatlah tua dan bisa jadi milik salah satu dari beberapa spesies manusia. Kandidatnya meliputi Homo erectus dan Homo floresiensis, “Hobbits” dari Flores yang mirip kurcaci.
Kemungkinan lain bisa jadi Denisovan, sepupu jauh Neanderthal. Mereka bertemu dengan orang Aborigin awal di Asia Tenggara dan meninggalkan warisan genetik pada keturunannya.
Bahkan mungkin mereka adalah Homo sapiens yang telah menjelajah keluar dari Afrika jauh sebelum eksodus utama spesies kita.
Atau mungkin saja mereka adalah spesies yang benar-benar tidak diketahui.
Ke mana mereka pergi?
Kami bukan saja tidak mengetahui siapa penduduk pertama Sulawesi, kami juga tidak tahu apa yang terjadi pada mereka.
Pada 40.000 tahun lalu, orang-orang menciptakan seni batu di Sulawesi. Mengingat kecanggihan dari karya seni ini, pembuatnya pastilah Homo sapiens dengan pikiran modern seperti kita.
Bila penduduk awal pulau adalah kelompok yang sekarang sudah punah, apa mereka bertahan cukup lama dan sempat bertemu kebudayaan modern?
Sulawesi menjanjikan kemungkinan bagi kita untuk memahami proses wilayah Australia dihuni oleh manusia.
Pulau Sulawesi yang berada pada rute ke Australia ini mungkin telah menjadi landasan peluncuran menuju pantai-pantai di Australia sampai 65.000 tahun lalu. Bahkan bisa jadi Sulawesi adalah tempat di mana orang Australia Pertama bertemu dengan Denisovan.
Memecahkan misteri ini tidaklah mudah pada daratan yang luas seperti Sulawesi. Dari mana kita harus mulai pencarian? Pertanyaan ini membawa kita ke Leang Burung 2.
Penggalian yang asli
Leang Burung 2 adalah naungan dari batu kapur di bagian selatan pulau. Pertama kali digali pada 1975 oleh arkeolog Ian Glover.
Glover menggali hingga kedalaman 3,6 m dan menemukan artefak “Zaman Es” yang berusia 30.000 tahun. Di bagian bawah parit yang ia gali, ia temukan juga lapisan tanah liat kuning. Ini mengandung peralatan batu sederhana dan fosil mamalia besar (megafauna) yang langka dan tidak ada pada lapisan “Zaman Es” (yang lebih muda) di atasnya.
Namun sebelum Glover bisa menjelajahi lebih lanjut petunjuk pemukiman manusia awal ini, ia harus menghentikan penggalian. Batu-batu besar di parit membuatnya tak bisa menggali lebih lanjut.
Beberapa dekade berikutnya, mendiang Mike Morwood yang terkenal karena menemukan “Hobbit”, memutuskan untuk memperdalam parit Glover hingga batuan dasar. Ia punya firasat bahwa di bawah tanah liat yang tidak diketahui usianya, mungkin terdapat bukti bahwa manusia purba ada di Sulawesi hingga waktu yang relatif belum lama. Sesungguhnya, Mike berpikir bahwa nenek moyang “Hobbit” mungkin berasal dari pulau ini hingga ke Flores utara.
Pada 2007, tim Mike (dipimpin oleh arkeolog Makassar Irfan Mahmud) memperdalam parit hingga 4,5 m, tapi lagi-lagi penggalian terhenti oleh batu.
Penggalian baru dan lebih dalam
Sesudah itu, atas undangan Mike, dan bersama kolega dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (ARKESNAS), saya membuka ulang parit tersebut dalam upaya untuk mencapai ke dasar pada akhirnya.
Selama tiga musim (2011-2013) kami menggali hingga kedalaman 6,2 m—lebih dalam dari penggalian sebelumnya. Penggalian tersebut sulit. Kami menggunakan alat penopang berat untuk menunjang dinding yang tidak stabil, dan peralatan bor khusus untuk menembus batu besar yang telah menghambat pekerjaan sebelumnya di tempat ini.
Alih-alih mencapai batuan dasar, kami malah mendapati air bawah tanah. Dengan air yang merembes masuk, berakhirlah penggalian kami.
Meski pun demikian, kami bisa memastikan bahwa di bawahnya, memang ada bukti akan kehadiran manusia. Kami menyingkap cakrawala kebudayaan yang kaya di dalam tanah liat coklat, di bawah lempung kuning milik Glover.
Di antara temuan kami yakni peralatan batu besar yang belum sempurna, dan fosil megafauna. Kami juga menemukan fosil dari spesies gajah yang sudah punah, pertama kali fosil spesies gajah tersebut ditemukan di situs itu.
Memperkirakan usia temuan baru
Kami beruntung memiliki metode pengukuran usia yang belum ada di era Glover, tapi usia dari lapisan yang paling bawah masih sulit untuk diketahui.
Usaha terbaik kami menunjukkan bahwa tanah liat Glover di bagian atas berusia lebih dari 35.000 tahun, sedangkan lempung coklat sekitar 50.000 tahun—dan kami masih belum mencapai titik dasar.
Penduduk awal menggunakan peralatan seperti yang dibuat 200.000 tahun lalu di Sulawesi, sehingga artefak yang paling dalam mungkin berhubungan dengan kultur pembuat alat yang paling tua di pulau ini.
Para penghuni gua ini mungkin masih ada ketika seni batu pertama kali muncul 40.000 tahun lalu, tapi karena ketidakpastian dalam memperkirakan usia, dan erosi sedimen dalam jumlah besar di Leang Burung 2, kami tidak yakin.
Sebuah harapan baru
Sebenarnya mungkin untuk menggali lebih dalam di Leang Burung 2, tapi butuh usaha serius, termasuk menurunkan permukaan air secara artifisial. Namun meski penelitian di naungan ini menantang, hal itu mengarahkan kami ke situs lain dengan prospek yang lebih baik.
Penggalian kami di dekat Leang Bulu Bettue telah menemukan ornamen “Zaman Es” yang langka hingga berusia 30.000 tahun, dan kami sekarang telah menggali lebih dalam ke lapisan yang lebih tua.
Pekerjaan lebih lanjut di gua ini bisa memberikan petunjuk penting tentang penduduk asli Sulawesi, termasuk, kami berharap, fosil pertama yang tersisa dari masyarakat yang penuh teka-teki ini.
Adam Brumm, ARC Future Fellow, Griffith University
Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.