Berpura-pura Mati, Teknik Pertahanan yang Kreatif dari Dunia Hewan

By Sysilia Tanhati, Selasa, 18 Januari 2022 | 15:00 WIB
Teknik berpura-pura mati dilakukan sebagai kesempatan terakhir untuk bertahan hidup. (John Ruble/Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Ular, invertebrata, burung, dan banyak lagi telah mengembangkan beberapa alasan untuk berpura-pura mati.

Dari semua cara hewan untuk menghindari pemangsa, berpura-pura mati mungkin salah satu yang paling kreatif namun berisiko.

Secara ilmiah dikenal sebagai thanatosis atau imobilitas tonik, berpura-pura mati terjadi di seluruh kerajaan hewan. Mulai dari burung, mamalia, hingga ikan.

Pemalsu kematian yang paling terkenal adalah opossum dari Virginia Amerika Utara. Hewan ini membuka mulutnya, menjulurkan lidahnya, mengosongkan isi perutnya, dan mengeluarkan cairan berbau busuk. Ini dilakukan untuk meyakinkan pemangsa bahwa ia telah menjadi bangkai yang membusuk.

Tikus belanda atau guinea pig dan banyak spesies kelinci juga melakukan teknik ini. Beberapa hiu bahkan berpura-pura mati dengan perut ke atas. Jika terbalik dan ditahan sejenak, hiu lemon akan lemas, menunjukkan sesak napas dan sesekali gemetar.

Lusinan invertebrata termasuk yang paling umum mempraktikkan imobilitas tonik

Ketika didekati oleh pemangsa, belalang kerdil di Jepang akan berpura-pura mati dengan menjulurkan kakinya ke beberapa arah. Sehingga hampir mustahil bagi katak pemangsa untuk menelannya.

Banyak serangga berpura-pura mati setelah pemangsa menangkap mereka, sebuah fenomena yang disebut imobilitas pasca-kontak.

Misalnya, larva antlion Euroleon nostras, sejenis serangga bersayap pemangsa yang ganas. Serangga ini dapat berpura-pura mati selama 61 menit yang mencengangkan. Charles Darwin, di sisi lain, terkejut melihat seekor kumbang yang pura-pura mati selama 23 menit.

Mengapa ia dapat bertahan begitu lama? Pemangsa, misalnya burung pipit pagar, memperhatikan sekelompok lubang larva antlion dan menyelam untuk menangkap serangga. Burung pipit menjatuhkan larva dan serangga itu berpura-pura mati.

“Ini adalah kesempatan terakhir untuk hidup ketika bertemu dengan pemangsa,” kata Ana Sendova-Franks, dosen tamu di Universitas Bristol.

Imobilitas pasca-kontak berbeda dari diam membeku sesaat. “Seperti ketika seorang pencuri memasuki rumah dan Anda membeku di tempat untuk melindungi diri agar tidak terlihat,” kata Sendova-Franks. Sebaliknya, ini sering merupakan perubahan fisiologis yang tidak disengaja, seperti memperlambat detak jantung.

Sementara sebagian besar makhluk berpura-pura mati untuk menghindari kematian, yang lain menemukan penggunaan alternatif untuk teknik ini.

Baca Juga: Unik! Hindari Perilaku Seksual Pejantan, Capung Betina Pura-pura Mati

Contohnya laba-laba. Betina sering memangsa jantan. Untuk menarik betina agar mau kawin, laba-laba jantan membuat seikat makanan, menempelkannya, dan berpura-pura mati. Betina kemudian menyeret makanan dan jantan yang seharusnya mati. Ketika dia mulai memakan makanannya, sang jantan hidup kembali dan mencoba kawin lagi. Cara ini terkadang berhasil, kata Trine Bilde, seorang profesor biologi di Aarhus University di Denmark.

“Kematian berpura-pura tampaknya menjadi upaya kawin laki-laki selain menjadi strategi anti-predator,” tutur Bilde. Jadi mungkin taktik ini memiliki dua fungsi.

Lain halnya dengan capung moorland betina yang berusaha keras untuk menghindari kawin. Ia akan berhenti terbang dan jatuh ke tanah dalam upaya melarikan diri dari jantan yang agresif. Baginya, ini membahayakan keselamatannya. Alih-alih menggunakan teknik ini untuk kawin, capung ini berpura-pura mati untuk menghindari kawin.

Pertahanan yang aneh tapi sukses.

Imobilitas tonik bisa tampak "aneh sebagai pertahanan 'pilihan terakhir'. Kita mungkin membayangkan dan berharap hewan mangsa ingin berjuang dan melarikan diri, kata Humphreys. Namun teknik ini juga berhasil mengurangi kemungkinan serangan lebih lanjut.

Misalnya dalam penelitian antlion inggris. Para ilmuwan menemukan bahwa larva yang berpura-pura mati lebih lama daripada larva lain cenderung tidak dimakan oleh pemangsa. Bisa jadi pemangsa tertipu atau merasa frustasi dengan larva ini.

Dalam percobaan tahun 1975, para ilmuwan mengamati bagaimana rubah merah memangsa lima spesies bebek yang berbeda. Sebagian besar akan langsung pura-pura mati saat ditangkap. Rubah kemudian membawa bebek kembali ke sarangnya untuk dimakan nanti. Rubah yang berpengalaman mengetahui cara untuk membunuh atau melukai bebek dengan segera. Tetapi rubah yang tidak berpengalaman terkadang meninggalkan bebek yang diduga mati. Sehingga rubah membiarkan buruannya kabur tanpa sepengetahuannya.

Itu sebabnya Sendova-Franks menyebut perilaku itu sebagai kesempatan terakhir. Bergerak menjamin kematian. Tetapi berpura-pura mati menawarkan kemungkinan, betapa pun kecilnya itu, untuk bertahan hidup.

Baca Juga: Bikin Heboh, Burung Ini Keluarkan Suara Seperti Tangisan Bayi Manusia