Planet Baru yang Terdeteksi Satelit NASA Ini Bakal 'Dilahap' Bintang

By Maria Gabrielle, Jumat, 21 Januari 2022 | 14:00 WIB
Ilustrasi planet luar surya seukuran Jupiter diorbit oleh bintang yang berevolusi dan sekarat. (University of Hawaiʻi/Institute for Astronomy/Karen Teramura)

Nationalgeographic.co.id–Pembahasan tentang luar angkasa memang tidak ada habisnya, mulai dari ragam fenomena menarik hingga objek-objek yang baru ditemukan. Terkini, tim astronom dari Institut Astronomi di Universitas Hawai'i atau ifA menemukan tiga planet mengorbit bintang yang sekarat.

Dilansir dari Sci Tech Daily, penemuan dan konfirmasi planet-planet tersebut telah diterima untuk dipublikasikan di Jurnal Astronomi dan diumumkan pada konferensi pers American Astronomical Society baru-baru ini. Ketiga planet yang terletak di luar tata surya itu diketahui mempunyai salah satu orbit paling pendek yang pernah diamati.

Ketiga planet yang diberi nama TOI-2337b, TOI-4329b, dan TOI-2669b pertama kali terdeteksi oleh satelit milik NASA, TESS atau Transiting Exoplanet Survey Satellite. Menariknya, salah satu planet, TOI-2337b akan dilahap oleh bintang induknya dalam waktu kurang dari satu juta tahun, lebih cepat dari planet manapun yang diketahui sampai sekarang.

Perlu diketahui, semua bintang saat mendekati kematiannya pasti akan membesar menjadi "Red Giant" atau "Raksasa Merah" dan melahap objek-objek yang ada didekatnya, menurut NASA.

“Penemuan ini sangat penting untuk memahami batas baru dalam studi mengenai exoplanet (planet di luar tata surya): bagaimana sistem planet berevolusi dari waktu ke waktu. Pengamatan ini menawarkan jendela baru ke planet-planet yang mendekati akhir hidup mereka, sebelum bintang induknya menelan mereka," jelas Samuel Grunblatt,penulis utama dari penemuan ini.

Para peneliti memperkirakan bahwa planet-planet gas tersebut memiliki massa antara 0,5–1,7 kali massa Jupiter dan ukurannya berkisar dari sedikit lebih kecil hingga lebih dari 1,6 kali ukuran Jupiter. Mereka juga memiliki berbagai kepadatan, dari kepadatan seperti gabus hingga tiga kali lebih padat daripada air, hal ini menyiratkan asal-usul ketiga planet tersebut berbeda.

"Ketiga planet ini hanyalah puncak dari gunung es. Kami berharap menemukan puluhan hingga ratusan Tata Surya lainnya yang berevolusi dengan TESS dan memberikan detail baru tentang bagaimana planet berinteraksi satu sama lain, berkembang dan bergerak di sekitar bintang, termasuk yang seperti Matahari kita,” kata Nick Saunders, mahasiswa pascasarjana di IfA dan rekan penulis dari studi ini.

Tim berharap bahwa 'arkeologi planet' ini akan membantu kita memahami masa lalu, masa kini dan masa depan sistem planet. Membawa kita selangkah lebih dekat untuk menjawab pertanyaan "Apakah kita sendirian?"

Planet-planet tersebut pertama kali ditemukan dalam data foto full-frame NASA TESS yang diambil pada tahun 2018 dan 2019. Grunblatt dan kolaboratornya mengidentifikasi kandidat planet dalam data TESS, dan kemudian menggunakan Observatorium W. M. Keck di Maunakea untuk mengonfirmasi keberadaan ketiga planet itu.

"Observasi dari Keck terhadap sistem planet ini sangat penting untuk memahami asal-usulnya, membantu mengungkap nasib tata surya seperti milik kita,” kata Astronom IfA Daniel Huber, yang ikut menulis studi ini.

Model dinamika planet saat ini menunjukkan bahwa planet harus mengorbit ke arah bintang induknya bersamaan dengan evolusi bintang dari waktu ke waktu, terutama dalam 10 persen terakhir masa hidup bintang. Proses ini juga yang memanaskan planet, berpotensi menyebabkan atmosfernya mengembang.