Kilas Balik Perkembangan Kereta Api di Indonesia dari Tahun 1870-1900

By Tri Wahyu Prasetyo, Sabtu, 22 Januari 2022 | 08:00 WIB
Lokomotif NISM (Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij) di Jawa (Circa/ Universiteit Leiden)

Nationalgeographic.co.id—Saat ini Indonesia sedang mengembangkan teknologi kereta api guna menunjang mobilisasi masyarakat. Bahkan diperkirakan di akhir 2022 proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan rampung.

Perekembangan teknologi kereta api di Indonesia saat ini tentu tak dapat lepas dari sejarah yang mengawalinya. Dalam studi berjudul Sejarah Transportasi Kereta Api di Karesidenan Semarang Tahun 1870-190l, Sindie Astutie melakukan penjelajahan terhadap perkembangan kereta api Indonesia di akhir abad ke-19.  

Dua abad yang lalu pulau jawa merupakan daerah yang unggul dalam sektor agraris. Komoditi utama pada saat itu adalah kopi, gula, nila, tembakau, merica, getah perca, rotan, kulit dan beberapa lainya. Seiring berjalanya waktu dan permintaan ekspor yang meningkat, ada masalah yang menghambat terkait pendistribusian hasil bumi. Hal ini dikarenakan masyarakat masih menggunakan transportasi bertenaga hewan, seperti: Kerbau, Kuda, dan Sapi.

Melihat kesulitan prasarana dan sarana transportasi di pulau Jawa yang cukup krusial dan berpengaruh pada sektor keamanan serta ekonomi, Kerajaan Belanda mengeluarkan surat keputusan (Koninklijk Besluit) No 270 tanggal 28 Mei 1842. Melalui surat tersebut pemerintah memberi tahu akan membangun jalan rel yang mengubungkan Semarang ke Kedu, dan Yogyakarta ke Surakarta.

Hal ini mendapatkan respon oleh para pengusaha swasta dengan permintaan konsesi kepada pemerintah. Konsesi ini menimbulkan berbagai macam pendapat di kalangan pejabat pemerintahan Hindia Belanda.

Akhirnya pada tahun 1862 pemerintah memberikan konsensi kepada beberapa pengusaha swasta dengan syarat tertentu. Syarat yang dimakud adalah supaya pembuatan rel tersebut disesuaikan dengan pengarahan Menteri Urusan Jajahan Belanda Fransen Van De Putte, yang menginginkan agar jalur rel Semarang-Surakarta-Yogyakarta diperluas dengan lintas cabang dari Kedungjati ke Ambarawa.

Mendapatkan angin segar, beberapa pengusaha mendirikan perusahaan kereta api swasta bernamakan Nederlandssch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).  

Pembangunan rel kereta api di Tuntang ( Woodbury & Page/ Universiteit Leiden)

Hal ini juga menjadi kabar baik bagi para pengusaha yang memiliki/ mengkontrak tanah perkebunan. Sebab mereka sangat memerlukan jasa angkutan kereta api untuk mengangkut hasil buminya. Mereka bersedia membayar uang muka untuk muatan yang hendak diangkutnya. Tak ayal sebab daerah Semarang selatan, Surakarta, dan Yogyakarta merupakan daerah penghasil ekspor yang kaya.

Tanggal 07 Juni 1864 adalah saat yang sangat bersejarah bagi dunia perkeretaapian Indonesia. Gubernur Jendral L.A.J.W Baron Sloet Van den Beele mersemikan pembangunan rel dengan melakukan pencangkulan tanah pertama di desa Kemijen Semarang. Pembangunan rel tersbut tergolong lancar, sebab dalam kurun waktu sembilan tahun kereta api Semarang- Yogyakarta sudah dapat dioprasikan dan dibuka untuk umum. Berbarengan dengan itu NISM juga menyelesaikan pembangunan lintas jalan rel cabang dari Kedungjati ke Ambarawa.

Kehadiran rel-rel kereta api yang melingkar sepanjang Semarang-Surakarta-Yogyakarta, memunculkan perusahan kereta api dan trem di Jawa tengah, seperti: Nederlandssch Indische Spoorwe (NIS), Semarangsche Stoomtram (SS), Semarang-Joana Stoomtram Maatshappij (SJS), Semarang Cheribon Stoomtram Mij (SCS), Solosche Tramweg Mij (SoTM), dan Poerwodadi Goendih Soomtram Mij (PGSM). Berbagai perusahaan kereta api tersebut memiliki beragam trayek dan fungsi yang tersebar di Jawa Tengah.

“Keuntungan yang diperoleh NISM dari pengoperasian kerta api jalur Semarang- Surakarta-Yogyakarta sejak tahun 1875 menarik minat para pengusaha swata untuk menanamkan modal dalam  kegiatan kereta api,” tulis Sindie Astuti dalam penelitianya.

Pada November 1871, Mr. P. P van Bosse selaku Menteri Urusan Jajahan Belanda Jawa, mengajukan rencana undang-undang terkait pembangunan lintas jalan rel di Pulau Jawa yang bersambungan dengan lintas NISM.

Disahkanya undang-undang perkeretaapian tanggal 06 Juni 1878, maka asas pengusahaan kereta api mulai diakui oleh pemerintah. Perusahaan kereta api milik pemerintah bernama Staats Spoorwegen (SS). Perusahaan tersebut mengadakan perluasan jaringan jalan rel, pelaksanaanya selalu didasarkan pada sistem pembangunan yang berlaku di lingkungan perusahaan pemerintah.

Pada dasarnya perluasan jalan rel ini tidak hanya mementingkan sektor ekonomi semata, namun juga menyangkut pengamanan berbagai daerah yang mengalami pergolakan. Selain itu hal ini juga dimaksudkan untuk pengembangan administrasi pemerintahan serta pengembangan kota.

Kereta Api dan Kehidupan Pribumi          

Para pekerja kereta api (kemungkinan foto ini diambil di Semarang) (Universiteit Leiden)

Kereta api saat berhenti di salah satu stasiun di jalur Kedu. Tampak warga sedang menjajakan kudapan. (Universiteit Leiden)

Pembangunan kereta api yang dibangun oleh Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda tidak hanya berdampak kepada keperluan kaum kolonial saja. Namun hal ini juga berdampak pada majunya pertumbuhan ekonomi penduduk Negara jajahan,  yaitu Indonesia.

Pengoprasian kereta di abad ke-19 memungkinkan pendapatan pribumi yang lebih baik, sebab biaya menggunakan transportasi kereta api lebih murah dan efesien secara waktu. Para pelajar dan pegawai menjadikan kereta api jarak dekat sebagai transportasi favorit dalam sehari-harinya. Begitu pula dengan para pedagang yang berbondong mendatangi stasiun terpencil dengan barang dagangan yang didatangkan dari kota-kota.

Selain itu tercatat sebanyak 27. 500  jiwa pribumi bekerja pada perusahaan kereta api milik pemerintah Staats spoorwegen (SS), sebagian besar sebagai tenaga inti untuk mengoprasikan kereta api.

Baca Juga: Kabar Kereta Api Kita dari Lembaran-lembaran Kartu Pos Hindia Belanda