Studi Terbaru: Kebahagiaan Berasal dari Keyakinan dalam Diri

By Hanny Nur Fadhilah, Sabtu, 19 Februari 2022 | 07:00 WIB
Jalan menuju kebahagiaan dimulai dengan bagaimana berpikir tentang emosi kita. (Pixabay)

Nationalgeographic.co.id - Pernahkah Anda berkata pada diri sendiri saat marah, ‘Saya tidak boleh marah?' Atau mungkin ketika Anda merasa sedikit sedih, Anda berpikir, ‘Saya tidak boleh sedih; Saya harus selalu bahagia.’ Mungkin sebaliknya, Anda berulang kali (dan diam-diam) mengatakan pada diri sendiri bawa emosi adalah tanda kelemahan.

Banyak orang mencoba menghindari emosi negatif, apakah marah, sedih, cemas, atau sejenisnya, karena kita telah dikondisikan untuk percaya bahwa beberapa emosi itu buruk. Terbiasa untuk percaya bahwa kita harus bahagia sepanjang waktu. Hanya karena literatur penelitian membedakan emosi negatif versus positif tidak berarti bahwa yang pertama buruk dan yang terakhir baik.

Mengutip Psychology Today, emosi itu kompleks. Akan tetapi emosi memiliki tujuan penting dalam hidup. Kemarahan dapat menginspirasi kita untuk mengambil tindakan. Kecemasan dapat mempersiapkan kita untuk menghadapi ancaman yang nyata. Kesedihan dapat membantu kita untuk memproses kehilangan. Emosi negatif sering kali mendorong perubahan fisiologis adaptif yang memungkinkan kita untuk menyesuaikan diri dengan situasi dengan tepat.

Tantangan yang kita hadapi masing-masing bukan dengan memiliki emosi. Namun dengan memiliki keyakinan tertentu tentang emosi. Beberapa dari keyakinan ini telah dikaitkan dengan depresi dan kecemasan yang lebih besar (Predatu & Maffei, 2020). Secara khusus, orang yang percaya bahwa emosi tidak dapat diubah dan buruk mengalami kesulitan mengatur emosi mereka (Ford & Gross, 2019).

Baca Juga: Selidik Faktor-Faktor Penyebab Sebagian Orang Sulit Merasa Bahagia

Dalam banyak kasus, regulasi emosi yang buruk dapat menyebabkan Anda bereaksi dengan cara yang berbahaya bagi kesejahteraan, hubungan, dan kesuksesan karier. Selanjutnya, keyakinan yang tidak membantu tentang emosi dapat menyebabkan Anda merasakan lebih banyak emosi negatif (yaitu, rasa malu, rasa bersalah, frustrasi).

Berikut pernyataan umum tetapi tidak membantu (dan tidak akurat) yang dapat merusak kemampuan Anda untuk mengatur emosi Anda; emosi negatif itu buruk dan harus dihindari, emosi adalah tanda kelemahan, orang harus bahagia sepanjang waktu atau sebagian besar waktu, emosi membuat kehilangan kendali, orang baik tidak marah, orang seharusnya tidak membicarakan emosi mereka, dan orang lain tidak ingin tahu bagaimana perasaanku. Lebih lanjut jika memberi tahu orang lain bagaimana perasaan yang sebenarnya, mereka akan berpikir buruk tentang saya.

Tidaklah cukup untuk menyadari keyakinan kontraproduktif yang Anda pegang tentang emosi. Anda perlu secara sengaja menumbuhkan pandangan emosi yang lebih sehat dan holistik.

Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa ketika orang percaya bahwa emosi membantu versus penghalang, mereka lebih cenderung menggunakan strategi coping yang lebih sehat, yang memprediksi kebahagiaan dan dukungan sosial yang lebih besar (Karnaze & Levine, 2018). Lebih lanjut, Gutentag & rekan (2017) menemukan bahwa orang lebih berhasil dalam mengatur emosi mereka semakin mereka percaya bahwa emosi dapat dikendalikan.

Sebuah studi baru-baru ini oleh Veilleux & rekan (2020) berpendapat bahwa keyakinan orang tentang kemampuan mereka untuk mengendalikan emosi mereka adalah prediktor yang lebih baik dari kesejahteraan dan tekanan psikologis daripada keyakinan mereka tentang emosi secara umum.

Baca Juga: Kunci Kebahagiaan: Konsumsi Buah dan Sayur serta Olahraga Rutin

Alih-alih melihat emosi melalui lensa pemikiran hitam-putih (yaitu, buruk versus baik; berharga versus tidak berguna; menyenangkan versus tidak menyenangkan), adalah penting untuk mengadopsi pandangan yang lebih holistik dan sehat dari kedua emosi dan kemampuan Anda untuk mengaturnya.