Nationalgeographic.co.id - Tim peneliti dari ICFO dan Universitas Aalto telah mendeteksi sinyal magnetik yang tidak terdeteksi oleh teknologi sensor lain yang ada menggunakan atom hanya sepermiliar derajat di atas nol mutlak. Magnetometer mengukur arah, kekuatan atau perubahan relatif medan magnet, pada titik tertentu dalam ruang dan waktu.
Magnetometer telah digunakan di banyak bidang penelitian, magnetometer dapat membantu dokter untuk melihat otak melalui pencitraan medis, atau arkeolog untuk mengungkapkan harta bawah tanah tanpa perlu menggali tanah terlebih dahulu.
Ada beberapa medan magnet yang sangat menarik, misalnya saja yang dihasilkan oleh otak, ia sangat lemah, satu miliar kali lebih lemah daripada medan magnet Bumi. Oleh karena itu, magnetometer yang sangat sensitif diperlukan untuk mendeteksi medan yang lemah ini. Banyak teknologi eksotik telah ditemukan untuk tujuan ini, termasuk perangkat superkonduktor dan uap atom yang diperiksa dengan laser. Bahkan kotoran yang memberi warna pada beberapa berlian pun telah digunakan sebagai sensor magnetik. Namun, sampai sekarang, sensitivitas semua teknologi ini terhenti pada tingkat yang hampir sama, yang berarti bahwa beberapa sinyal magnetik terlalu redup untuk dapat dideteksi.
Fisika telah menjelaskan batasan ini dengan kuantitas yang disebut resolusi energi per bandwidth, atau ditulis ER, angka yang menggabungkan resolusi spasial, durasi pengukuran, dan ukuran area yang diindera. Sekitar tahun 1980-an, sensor magnetik superkonduktor telah mencapai tingkat ER = ħ (ħ, diucapkan "h bar," adalah konstanta Planck fundamental, juga disebut sebagai kuantum aksi) dan sejak saat itu, tidak ada sensor yang mampu melakukannya dengan lebih baik.
Baca Juga: Radiasi Gelombang Elektromagnetik Wifi Ancam Kehidupan Alam Liar
Dalam sebuah penelitian yang hasilnya telah diterbitkan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) pada 08 Februari 2022 dengan judul "Single-domain Bose condensate magnetometer achieves energy resolution per bandwidth below ℏ", peneliti ICFO Silvana Palacios, Pau Gómez, Simon Coop dan Chiara Mazzinghi, yang dipimpin oleh ICREA Prof. Morgan Mitchell, bekerja sama dengan Roberto Zamora dari Aalto University, melaporkan bahwa magnetometer baru yang untuk pertama kalinya ini mencapai energi resolusi per bandwidth energi yang jauh melampaui batas ini.
“Kami mempelajari bagaimana materi kuantum yang koheren dapat digunakan untuk penginderaan ekstrem. Misalnya, kondensat Bose-Einstein magnetik (BEC) menunjukkan sifat superfluiditas dan feromagnetik, membuatnya sangat sensitif terhadap medan eksternal,” jelas Mitchell.
Dalam studi tersebut, tim menggunakan kondensat Bose-Einstein domain tunggal untuk membuat sensor eksotis ini. Kondensat ini terbuat dari atom rubidium, didinginkan hingga suhu nano-Kelvin dengan pendinginan evaporatif dalam ruang hampa yang hampir sempurna, dan ditahan melawan gravitasi oleh perangkap optik.
Pada suhu yang sangat dingin tersebut, atom-atom membentuk superfluida magnetik yang merespons medan magnet dengan cara yang sama seperti jarum kompas biasa, tetapi dapat mengatur ulang dirinya sendiri dengan gesekan atau viskositas nol. Karena itu, medan magnet yang sangat kecil dapat menyebabkan kondensat berubah arah, membuat medan kecil tersebut dapat dideteksi. Para peneliti menunjukkan bahwa magnetometer kondensat Bose mereka telah mencapai resolusi energi per bandwidth ER= 0,075 ħ, yang berarti 17 kali lebih baik daripada teknologi sebelumnya.
Baca Juga: Inilah Foto Atom Beresolusi Tertinggi yang Diabadikan Para Ilmuwan
Para ilmuwan mencatat, “Sensor ini mampu mendeteksi medan yang sebelumnya tidak terdeteksi. Sensitivitas ini dapat ditingkatkan lebih lanjut dengan teknik pembacaan yang lebih baik atau dengan menggunakan kondensat Bose-Einstein yang terbuat dari atom lain. Magnetometer kondensat Bose-Einstein mungkin berguna secara langsung dalam mempelajari sifat fisik material dan dalam berburu materi gelap Alam Semesta.”
“Intinya, temuan ini telah menunjukkan bahwa bukanlah batas yang tidak dapat dilewati, dan ini membuka pintu bagi magnetometer sangat sensitif lainnya untuk diterapkan di banyak aplikasi. Terobosan ini menarik bagi ilmu saraf dan biomedis, di mana deteksi medan magnet yang sangat lemah, singkat, dan terlokalisasi dapat memungkinkan studi aspek baru fungsi otak,” tulis mereka.