Akhir Pax Romana, Kebangkitan Kristen dan Runtuhnya Kekaisaran Romawi

By Ricky Jenihansen, Rabu, 16 Februari 2022 | 10:00 WIB
Ilustrasi runtuhnya Kekaisaran Romawi (Britannica)

Nationalgeographic.co.id—Sejarawan zaman modern menggunakan frasa Pax Romana (Perdamaian Romawi) untuk menggambarkan periode antara 27 SM hingga 180 M dalam Kekaisaran Romawi. Periode tersebut dimulai ketika Oktavianus diberi gelar Augustus dan menjadi Kaisar Romawi Pertama hingga meninggalnya Kaisar Marcus Aurelius pada tahun 180 M.

Meski disebut periode perdamaian Romawi, tapi pada kenyataannya selama periode itu ada banyak perang, pembunuhan dan perselisihan sipil. Setidaknya, hingga tahun 180 M, semua pertikaian yang muncul dapat diredam dengan kekuatan militer dan menciptakan kestabilan politik.

Hingga setelah Marcus Aurelius meninggal pada tahun 180 M, putranya, Commodus, menjadi kaisar. Pemerintahan Commodus terganggu oleh pertikaian. "Upaya yang gagal untuk membunuh kaisar pada tahun 182 M menyebabkan pembunuhan sejumlah besar orang yang dituduh terlibat dalam konspirasi, termasuk banyak penasihat senior Marcus Aurelius," tulis David Potter, profesor sejarah Yunani dan Romawi di Michigan University dalam buku "The Roman Empire at Bay: AD 180-395 seperti dikutip Live Science.

Pada malam 31 Desember 192 M hingga 1 Januari 193 M, Narcissus, seorang atlet yang melatih Commodus dalam pertarungan gladiator, membunuh kaisar. Perang saudara kemudian melanda Kekaisaran Romawi, dan tahun 193 M dikenal sebagai tahun lima kaisar.

Pasukan yang setia kepada seorang komandan militer bernama Septimus Severus (193 hingga 211) akhirnya menang dalam perang saudara. Setelah menguasai kekaisaran, Severus memulai kebijakan untuk mencoba memperluas perbatasan kekaisaran, meluncurkan ekspedisi militer ke Suriah dan Irak modern.

Sementara Severus berhasil menaklukkan dan mengendalikan area itu dengan biaya yang besar. Sejarawan kontemporer Cassius Dio (155-235 M) menulis bahwa wilayah baru itu adalah "penyebab perang terus-menerus dan pengeluaran yang sangat besar. Severus juga mencoba menaklukkan Skotlandia tetapi meninggal sebelum itu terwujud.

Setelah kematian Severus, periode ketidakstabilan yang panjang terjadi, yang diperburuk oleh invasi dari berbagai kelompok "barbar", termasuk invasi Yunani oleh Goth. Serangkaian epidemi, kadang-kadang disebut "Wabah Cyprianus" (dinamai setelah seorang uskup Kartago yang percaya dunia akan segera berakhir) menghancurkan Kekaisaran Romawi antara tahun 250 dan 271 M, menewaskan sedikitnya dua kaisar Romawi.

Ilustrasi seniman kebangkitan Kristen dalam Kekaisaran Romawi. (Pinterest)

Kebangkitan KristenKetika Kekaisaran Romawi dirusak oleh perang saudara, invasi dan epidemi, Kekristenan menjadi semakin populer. Wabah Cyprian memainkan peran penting dalam kebangkitan agama Kristen, kata Candida Moss, seorang profesor agama di University of Birmingham, Inggris.

"Fakta bahwa bahkan kaisar Romawi sedang sekarat dan para imam kafir tidak memiliki cara untuk menjelaskan atau mencegah wabah hanya memperkuat posisi Kristen. Pengalaman penyakit dan kematian yang meluas dan kemungkinan besar bahwa mereka sendiri akan mati membuat orang Kristen lebih bersedia untuk menerima kesyahidan" tulis Mos.

Orang-orang Kristen masih menghadapi penganiayaan meskipun semakin populer. Diocletian menganiaya orang-orang Kristen, mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa gereja-gereja dan manuskrip Kristen harus dihancurkan. Setiap orang merdeka yang menjadi orang Kristen harus diperbudak lagi dan bahwa orang-orang Kristen tidak dapat mencari jalan hukum jika mereka diserang. Perintahnya diberlakukan pada tingkat yang berbeda-beda di seluruh kekaisaran.

Baca Juga: Pembagian Kelas di Romawi Kuno dan Upaya Para Budak untuk Naik Kasta