Nationalgeographic.co.id—Meskipun berbagai cara pengobatan dilakukan, dari mulai pengobatan standar hingga pembedahan biasanya merupakan jenis pengobatan pertama untuk kanker payudara. Jenis operasi yang Anda lakukan akan tergantung pada jenis kanker payudara yang Anda miliki. Pembedahan biasanya diikuti dengan kemoterapi atau radioterapi atau, dalam beberapa kasus, juga dilakukan terapi hormon.
Sayangnya, akhir-akhir ini, banyak pasien kanker payudara menjadi resisten terhadap perawatan obat standar yang ditujukan untuk mencegah pertumbuhan sel kanker. Sebuah tim dari Universitas Jenewa (UNIGE) telah mengidentifikasi regulator molekuler yang terlibat dalam mekanisme resistensi ini. Hilangnya regulator ini menyebabkan proliferasi sel kanker melalui jalur sinyal yang dengan sendirinya dapat dihambat oleh pengobatan lain, bahkan jika mereka diobati sekalipun.
Temuan tim ini memungkinkan untuk mempertimbangkan terapi ganda bagi pasien tertentu yang tumornya tidak lagi merespons pengobatan standar. Hasil temuan ini bisa dibaca di jurnal Cancers yang terbit pada 14 Februari 2022 berjudul Hyperactivation of MAPK Induces Tamoxifen Resistance in SPRED2-Deficient ERα-Positive Breast Cancer.
Pada sebagian besar pasien kanker payudara, salah satu hormon wanita, yaitu estrogen, telah memainkan peran yang berbahaya. Pada sekitar dua pertiga kanker payudara, tumor mengandung reseptor untuk hormon ini, yang diproduksi oleh ovarium. Ketika estrogen mengikat reseptornya, itu merangsang pertumbuhan sel kanker. Untuk mengobati bentuk tumor yang sensitif terhadap hormon ini, dimungkinkan harus menggunakan terapi hormon, yang terdiri dari perawatan obat untuk mencegah stimulasi sel kanker oleh hormon wanita.
Molekul standar yang digunakan dalam pengobatan kanker payudara yang sensitif terhadap hormon adalah tamoxifen. Molekul ini, mengikat reseptor estrogen untuk memblokirnya, mencegah pengikatan estrogen dan dengan demikian merangsang pertumbuhan sel kanker. Namun, pada sekitar 40% pasien yang dirawat, sel kanker akhirnya mengembangkan resistensi terhadap molekul ini.
Laboratorium Profesor Didier Picard dari Departemen Biologi Molekuler dan Seluler Fakultas Sains UNIGE tertarik pada mekanisme molekuler yang bertanggung jawab atas fenomena resistensi ini. Para ahli biologi menggunakan pendekatan genetik pada garis sel kanker untuk mencari faktor yang mendorong perkembangan resistensi tamoxifen.
“Kami menggunakan teknik gunting molekuler CRISPR/Cas9 untuk menghasilkan sel-sel di mana gen yang berbeda dihilangkan setiap kali. Kami kemudian mengamati sel kanker yang dapat berkembang biak bahkan dengan adanya tamoxifen,” jelas Vasiliki Vafeiadou, mahasiswa master di Departemen Biologi Molekuler dan Seluler juga penulis utama studi tersebut, seperti yang dilaporkan Tech Explorist.
Dengan demikian, para ilmuwan mengidentifikasi bahwa kadar protein SPRED2 yang rendah menyebabkan sel kanker menjadi resisten terhadap pengobatan.
Baca Juga: Kematian Akibat Kanker Naik Menjadi 10 Juta di Seluruh Dunia
Baca Juga: Pertama Kali Ada, Tes Darah untuk Deteksi Kanker dan Penyebarannya